Saturday, November 9, 2013

Mini Research Sosiolinguistik

Mini Research Sosiolinguistik

"Alih Kode dan Campur Kode pada Ragam Bahasa Wacana Dialog Penyir Radio G-Fm Ci-Rahab Padarincang"

Oleh :
Adis Rahmat Sukadis

Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari hal itu maka terjadilah komunikasi dan bentuk komunikasi yang sangat penting adalah adanya bahasa. Akan tetapi kadang tanpa sadar penutur acap kali menggunakan bahasa lain yang diberikan arti hampir mirip dengan bahasa ibunya. Dari itu maka terjadilah alih kode dan campur kode. Masyarakat kita sekarang ini mungkin memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang heterogen. Dalam arti, budaya dan bahasa internasional. Masyarakat, khususnya generasi muda dapat dipastikan menguasai dua bahasa (Indonesia dan daerah). Belum lagi budaya generasi muda yang tidak dapat lepas dari pengaruh budaya asing. Contohnya, budaya dan bahasa Inggris. Tidak jauh berbeda dampaknya dalam hal penyiaran radio dengan contoh pencampur adukan bahasa agar terkesan lebih kuat pengaruhnya terhadat pendengar. Munculnya pencampur adukan bahasa tersebut dapat dilatar belakangi oleh maksud si penyiar agar dapat menarik simpati dari para pendengar untuk ikut bergabung dalam acara yang dibawakan oleh penyiar tersebut. 
Menyikapi penggunaan bahasa Indonesia di radio, khususnya radio swasta, di mana sejumlah penyiarnya seringkali melakukan alih kode (ke dialek sunda) atau menyilipkan istilah-istilah/kata-kata bahasa Inggris, hendaknya kita tidak serta merta menyatakan bahwa tindak berbahasa itu tidak benar dan penuturnya tidak mampu berbahasa Indonesia secara baik dan benar yang cenderung untuk mengangkat prestise-nya dengan cara menggunakan unsur-unsur bahasa selain bahasa Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan yang bersangkutan berbahasa seperti itu.
Seorang penyiar radio menyelipkan dialek Sunda, misalnya, karena mungkin, khalayak pendengarnya menghendaki dialek itu. Sebab, mungkin, dialek Sunda dianggap berkesesuaian dengan selera pendengarnya. Dalam hal ini faktor pendengar menjadi penyebabnya, yakni penggunaan atau pemilihan dialek tertentu dilakukan untuk memenuhi ‘tuntutan’ pendengarnya. Bila dilihat dari sudut penyiarnya, mungkin, yang bersangkutan ingin mengidentifikasikan diri sebagai penutur berprestise tinggi seperti layaknya para selebritis di Jakarta. Dengan menggunakan dialek Sunda, lalu dia berkeyakinan bahwa prestise-nya akan naik maka faktor penyebabnya adalah motivasi, yakni motivasi dalam rangka untuk mencapai prestise melalui penggunaan bahasa (dialek) tertentu. Mungkin saja, alih bahasa atau dialek itu disebabkan oleh faktor-faktor lain, misalnya, yang berkaitan dengan sosial budaya (hubungan status-peranan sosial, sistem nilai dan sebagainya ) dari masyarakat tertentu. Seorang penyiar yang menyelipkan unsur-unsur dari bahasa daerah, misalnya: mangga, (bahasa Sunda), dan, semonggo, (bahasa Jawa) yang memancarkan konotasi hormat, hendaknya kita pahami sebagai tindak berbahasa yang dilandasi oleh “keharusan social-budaya” di mana penutur itu harus berlaku hormat terhadap para pendengar pemilik bahasa itu (faktor sosial budaya).
Tidak dipungkiri bahwa hal perkodean adalah masalah yang penting untuk diteliti dalam linguistik. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa ihwal kode itu sulit dan rumit untuk dicermati. Dikatakan rumit karena ihwal kode itu berkaitan erat dengan konteks situasi, yakni suasana yang mewadahi kode itu sendiri. Suasana yang dimaksud mencakup dua hal yaitu seting sosial dan seting kultural. Dengan kata lain apabila orang sudah menjadi individu yang bilingual tentu kode-kode yang dimilikinya akan menjadi semakin rumit. Namun, pasti semakin menarik pula untuk digambarkan dan dijelaskan. Sebagai seseorang yang terlibat dengan penggunaan dua bahasa, dan juga terlibat dengan dua budaya, seorang dwibahasawan tentulah tidak terlepas dari akibat-akibat penggunaan dua bahasa itu. Salah satu akibat dari kedwibahasaan adalah adanya tumpang tindih antara kedua sistem bahasa yang dipakainya atau digunakannya unsur-unsur dari bahasa yang satu pada penggunaan bahasa yang lain. Berangkat dari gambaran kenyataan itu dapat ditegaskan bahwa ihwal kode itu perlu segara diteliti, dikaji dan diperikan secara mendalam.
Kajian perkodean sebanarnya dapat meliputi berbagai hal, seperti campur kode, interferensi dan integrasi, alih kode dan sebagainya (Suwito, 1983:67-81). Analisis kalian ini berfokus pada salah satu aspek dari beberapa masalah perkodean yang disebutkan di atas, yakni alih kode dan campur kode yang terjadi pada dialog penyiar radio. Soewito (Chaer dan leoni agustina 2004 : 114) membedakan adanya dua macam alih kode yaitu alih kode intern dan alih kode ekstrn, yang dimaksud alih kode intrn adalah alih kode yang berlangsung antarbahasa sendiri seperti dari bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Sunda (BS) atau sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa asing (BA).
Orang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan) sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasawan). Selain istilah bilingualisme dengan segala jabarannya ada juga istilah multilingualisme (dalam bahasa Indonesia disebut juga keanekabahasawan) yaitu keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa  oleh seeorang dalam pergaualannya dengan orang lain secara bergantian dalam penulisan ini tentang multilingualisme tidak akan dibicarakan secara khusus sebab modelnya sama dengan bilingualisme.
Masyarakat tutur yang tertutup, yang tidak tersentuh oleh masyarakat tutur lain, entah karena letaknya yang jauh terpencil atau karena sengaja tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur lain maka masyarakat tutur itu akan menjadi masyarakat tutur yang statis dan tetap menjadi masyarakat tutur yang monolingual (Chaer dan Leonie, 1995:111). Sebaliknya, masyarakat tutur yang terbuka artinya yang mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain, tentu apa yang  mengalami apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan sebagai akibatnya. Peristiwa-peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa itu adalah apa yang ada di dalam sosiolinguistik disebut bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konvergensi dan pergeseran bahasa. Dalam penulisan ini hanya akan membahas tentang bilingualisme, alih kode dan campur kode yang merupakan kerangka teori dari penelitian yang berjudul “Alih Kode dan Campur Kode pada Ragam Bahasa Wacana Dialog Penyir Radio G-Fm Ci-Rahab Padarincang.”
2. Rumusan Masalah
Masalah dalam kajian ini  pada intinya hanyalah difokuskan pada satu macam gejala bahasa saja yakni  alih kode yang meliputi:
1.   Apakah yang dimaksud dengan alih kode dan campur kode?
2.   Bagaimanakah kode yang dipakai dalam percakapan penyiar radio?
3.   Bagaimanakah jenis, tataran, sifat, dan faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode yang dipakai dalam peristiwa percakapan penyiar radiodi ?

3. Tujuan Penulisan

Dari rumusan di atas penulisan ini berusaha untuk mendapatkan gambaran mengenai:
1.   Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan alih kode dan campur kode.
2.   Untuk mengetahui kode yang dipakai dalam percakapan penyiar radio.
3.   Untuk mengetahui jenis, tataran, sifat, dan faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode yang dipakai dalam peristiwa percakapan penyiar radiodi.
4. LANDASAN TEORITIS
4.1 Kode
Istilah kode di sini dimaksudkan untuk menyebut salah satu varian dalam hirakhi kebahasaan. Kode dapat menyaran pada (1) bahasa, dan (2) varian dari suatu bahasa. Bila bahasa dipandang sebagai suatu kode, kita, misalnya, akan mengetahui bahwa bahasa Banjar, bahasa Arab, bahasa Indonesia dan sebagainya adalah kode-kode. Suatu bahasa memiliki sejumlah varian bahasa dan selanjutnya setiap varian bahasa juga disebut kode.
Lebih lanjut, Soepomo Poedjosoedarmo (1978:30) menjelaskan bahwa tingkat tutur dipandang sebagai suatu kode. Tingkat tutur mempunyai ciri khusus sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan tuturnya, dan situasi tutur yang ada. Tingkat tutur itu biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi oleh anggota suatu masyarakat bahasa. Bagi masyarakat ekabahasa, kode itu merupakan varian dari bahasanya yang satu. Akan tetapi, bagi masyarakat yang dwibahasa atau anekabahasa, inventariasai kode itu menjadi lebih luas dan mencakup varian dua bahasa atau lebih.
4.2 Batasan Alih Kode
Dalam mayarakat tutur yang bilingual, penutur ada kalanya mengganti unsur-unsur bahasa atau tingkat tutur, hal ini tergantung pada konteks dan situasi berbahasa tersebut. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual. Artinya dalam masyarakat multilingual mungkin sekali seorang penutur menggunakan berbagai kode dalam tindak tuturnya. Peristiwa peralihan kode ini tergantung pada keadaan atau keperluan berbahasa itu. Sesuai pengertian kode, kode tersebut dapat mencangkup bahasa atau ragam bahasa.
Nababan (1991: 31) menyatakan bahwa konsep alih kode ini mencakup juga kejadian pada waktu kita beralih dari satu ragam bahasa yang satu, misalnya ragam formal ke ragam lain, misalnya ragam akrab; atau dari dialek satu ke dialek yang lain; atau dari tingkat tutur tinggi, misalnya kromo inggil (bahasa jawa) ke tutur yang lebih rendah, misalnya, bahasa ngoko, dan sebagainya.
Kridalaksana (1982: 7) menegaskan bahwa penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipasi lain disebut alih kode.
Alih kode dapat terjadi pada masyarakat tutur yang bilingual atau multilingual, namun juga terjadi pada masyarakat bahasa monolingual. Pada masyarakat tutur bilingual atau multilingual, alih kode dapat terjadi dari varian bahasa yang satu ke varian bahasa yang lain.
Faktor-faktor penyebab alih kode dapat ditelusuri melalui keterkaitan suatu pembicaraan dengan konteks dan situasi berbahasa. Fishman (Chaer dan Agustini 2004 : 108) mengemukakan faktor-faktor dalam suatu interaksi pembicaraan yang dapat mempengaruhi penetapan makna, yaitu:
1.   Siapa pembicara atau bagaimana pribadi pembicara ?
2.   Di mana atau kapan pembicaraan itu berlangsung ?
3.   Apa modus yang digunakan ?
4.   apa topik atau subtopik yang dibicarakan ?
5.   Apa fungsi dan tujuan pembicaraan ?
6.   Apa ragam bahasa dan tingkat tutur yang digunakan ?
Dari berbagai sudut pandang yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, alih kode dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1.   Jenis alih kode : alih bahasa, alih ragam bahasa, alih tingkat tutur;
2.   Tataran alih kode: tataran fonologi, tataran fonem, tataran kata atau frase;
3.   Sifat alih kode: alih kode sementara,alih kode tetap atau permanen;
4.   Faktor penyebab alih kode: pribadi pembicara, hubungan pembicara dengan mitra pembicara, topik pembicaraan.
4.3 Batasan Campur Kode
Kridalaksana (1982: 32) memberikan batasan campur kode atau interferensi sebagai penggunaan satuan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya.
Nababan (1991: 32) menegaskan bahwa suatu keadaan berbahasa menjadi lain bilamana orang mencampurkan dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur dan atau kebiasaanya yang dituruti. Tindak bahasa yang demikian disebut campur kode. Dalam situasi berbahasa yang formal, jarang terdapat campur kode. Ciri yang menonjol dari campur kode ini adalah kesantaian atau situasi informal. Kalau terdpat campur kode dalam keadaan demikian, hal ini disebabkan karena tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa lain (bahasa asing).
Sifat campur kode dibedakan antara interferensi dengan kalimat integratif. Interferensi merupakan masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang belum diserap, jadi bersifat sementara. Seperti halnya alih kode, campur kode juga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang:
1.   Jenis campur kode: campur bahasa, campur ragam, campur tingkat tutur.
2.   Tataran campur kode: tataran fonem, tataran morfem, tataran kata atau frasa, tataran kalimat.
3.   Sifat campur kode: campur kode sementara, campur kode tetap atau permanen.
4.4 Faktor-Faktor Penyebab dan Tujuan Melakukan Alih Kode atau Campur Kode
Beberapa faktor penyebab terjadinya alih kode atau campur kode dipengaruhi oleh konteks dan situasi berbahasa yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pembicara dan Pribadi Pembicara
Pembicara kadang-kadang sengaja beralih kode terhadap mitra bahasa karena dia mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Dipandang dari pribadi pembicara, ada berbagai maksud dan tujuan beralih kode antara lain pembicara ingin mengubah situasi pembicaraan, yakni dari situasi formal yang terikat ruang dan waktu ke situasi non-formal yang tidak terikat ruang dan waktu. Pembicara kadang-kadang melakukan campur kode bahasa satu ke dalam bahasa yang lain karena kebiasaan.
2. Mitra Bicara
Mitra bicara dapat berupa individu atau kelompok. Dalam masyarakat bilingual, seorang pembicara yang mula-mula menggunakan satu bahasa dapat beralih kode menggunakan bahasa lain dengan mitra bicaranya yang mempunyai latar belakang bahasa daerah yang sama. Seorang bawahan yang berbicara dengan seorang atasan mungkin menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi kata-kata dalam bahasa daerah yang nilai tingkat tuturnya tinggi dengan maksud untuk menghormati. Sebaliknya, seorang atasan yang berbicara dengan bawahan mungkin menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi kata-kata daerah (Sunda) yang memiliki tingkat tutur rendah dengan maksud untuk menjalin keakraban. Pertimbangan mitra bicara sebagai orang ketiga juga dapat menimbulkan alih kode jika orang ketiga ini diketahui tidak dapat menggunakan bahasa yang mula-mula digunakan kedua pembicara. Misalnya, pembicara dan mitra bicara menggunakan bahasa Sunda beralih kode menggunakan bahasa Indonesia karena hadirnya seorang penutur yang berbahasa Indonesia memasuki situasi pembicaraan.
3. Tempat Tinggal dan Waktu Pembicaraan Berlangsung
Pembicaraan yang terjadi di sebuah terminal bus di Indonesia, misalnya, dilakukan oleh masyarakat dari berbagai etnis. Dalam masyarakat yang begitu kompleks semacam itu akan timbul banyak alih kode dan campur kode. Alih bahasa atau campur kode itu dapat terjadi dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, dan dari tingkat tutur suatu bahasa ke tingkat tutur bahasa yang lain. Seorang penjual karcis bus di sebuah terminal yang multilingual pada jam-jam sibuk beralih kode dengan cepat dari bahasa satu ke dalam bahasa yang lain dan juga melakukan campur kode atau bahasa.
4. Modus Pembicaraan
Modus pembicaraan merupakan sarana yang digunakan untuk berbicara. Modus lisan (tatap muka, melalui telepon, atau melalui audio visual) lebih banyak menggunakan ragam non-formal dibandingkan dengan modus tulis (surat dinas, surat kabar, buku ilmiah) yang biasanya menggunakan ragam formal. Dengan modus lisan lebih sering terjadi alih kode dan campur kode daripada dengan menggunakan modus tulis.
5. Topik
Dengan menggunakan topik tertentu, suatu interaksi komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Alih kode dan campur kode dapat terjadi karena faktor topik. Topik ilmiah disampaikan dalam situasi formal dengan menggunakan ragam formal. Topik non-ilmiah disampaikan dalam situasi “bebas”, “santai” dengan menggunakan ragam non-formal. Dalam ragam non-formal kadang kadang terjadi “penyisipan” unsur bahasa lain, di samping itu topik pembicaraan non-ilmiah (percakapan sehari-hari) menciptakan pembicaraan yang santai. Pembicaraan yang santai juga dapat menimbulkan campur kode.
6. Fungsi dan Tujuan
Fungsi bahasa yang digunakan dalam pembicaraan didasarkan pada tujuan berkomunikasi. Fungsi bahasa merupakan ungkapan yang berhubungan dengan tujuan tertentu, seperti perintah, menawarkan, mengumumkan, memarahi, dan sebagainya. Pembicara menggunakan bahasa menurut fungsi yang dikehendakinya sesuai dengan konteks dan situasi komunikasi. Alih kode dapat terjadi karena situasi dipandang tidak sesuai atau tidak relevan. Dengan demikian, alih kode menunjukkan adanya saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan situasional yang relevan dalam pemakaian dua bahasa atau lebih.
7. Ragam dan Tingkat Tutur Bahasa
Pemilihan ragam dan tingkat tutur bahasa banyak didasarkan pada pertimbangan pada mitra bicara. Pertimbangan ini menunjukkan suatu pendirian terhadap topik tertentu atau relevansi dengan situasi tertentu. Alih kode dan campur kode lebih sering timbul pada penggunaan ragam non-formal dan tutur bahasa rendah dibandingkan dengan penggunaan ragam bahasa tinggi.
5. Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di Studio Radio G-FM Ci Rahab. Metode yang digunakan untuk mencari data adalah merekam dialog penyiar radio dan mencatatnya. Dengan dua orang responden penyiar radio dan tiga orang penelepon.
5.1 Deskripsi Data
Nama Radio : G-Fm Radio
Nama Penyiar 1 : Aqim (24 Tahun)
Nama Penyiar 2 : Aji (23 Tahun)
Penelepon : Devi, Dani, Agus, dan Risma
Segment : TILAM (Titip Salam) dan Request Lagu
Durasi : Pukul 20.00-23.00 WIB
5.2 Analisis Data
Data I
Penyiar 1 : Hallo . . . Sobat G-FM mania, met malam nich . . . ketemu lagi bareng  Aqim dan . . . (1)
Penyiar 2 : Aji di 94,5 G-FM Radio. (2)
Penyiar 1 : Gimana nih kabar sobat G-FM semua dimana pun berada ?? (3)
Penyiar 2 : Yang pasti kita harap sobat G-FM semua fain-fain aja. YA ga . . . (4)
Penyiar 1 : So pasti lah . . . (5)
Penyiar 2 : Ok . . . kita berdua akan temenin sobat G-FM mania selama tiga jam kedepan dalam acara . . . apa Ji ?? (6)
Penyiar 1 : Ya.  . . Dalam acara TILAM (Titip Salam) dan Request lagu (7)
Penyiar 2 : Yang pasti sobat G-FM mania bisa Request dan titip salam dengan seseorang yang spesial tentunya bagi sobat G-FM semua. (8)
Penyiar 1 : Ya udah buat sobat G-FM semua yang pengen ikutan gabung ditunggu di line SMS dan telpon di 081906235259. (9)
Penyiar 2 : Untuk mengawali perjumpaan kita di acara TILAM ni kita akan puterin sebuah lagu yang  enak banget didengerinnya (10)
Penyiar  1 : Laguna saha?? (11)  
Penyiar 2  : Sebuah lagu dari J-ROCK-Felling In Love . . . (12)
Analisis Data I
1.      Modus pembicaraan : Tatap muka secara lisan.
2.      Topik dan subtopik pembicaraan 
Topik Pembicaraan: : Pembukaan acara radio G-FM

3.      Fungsi dan Tujuan Berbahasa
Fungsi kalimat (1), (2) : membuka percakapan dan mengajak berkenalan
Fungsi kalimat (3), (4), (5) : menjalin keakraban
Fungsi kalimat (6) : menjelaskan keadaan
Fungsi kalimat (7), (8), (9), (10) : memberikan tawaran
Fungsi kalimat (11) : menyambut tawaran
Fungsi kalimat (12): memerikan informasi

4.      Bahasa, Ragam, dan Tingkat Tutur. Bahasa yang mula-mula digunakan adalah bahasa Indonesia (kalimat 1, 2, dan 3). Bahasa yang kemudian digunakan adalah bahasa Inggris dengan tingkat tutur biasa (kalimat 4, 5, 6 dan 9), dan berlanjut ke dalan bahasa Sunda dengan tingkat tutur biasa (kalimat 11). Ragam bahasa yang digunakan adalah ragam santai/non-formal dan sopan.
Dari analisis data 1 dapat dikemukakan bahwa pada dialog ini terjadi alih kode, yaitu pada kalimat (11). Alih kode pada data 1 dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1.      Jenis alih kode adalah alih kode bahasa
2.      Tataran alih kode adalah tataran kalimat
3.      Sifat alih kode sementara tergantung situasi
4.      Faktor penyebab alih kode ialah Penyiar 1 pada kalimat (11) menggunakan bahasa lain (bahasa Sunda) dengan maksud membangun keakraban anatara penyiar 1 dan 2 sekaligus menghormati lawan tuturnya dalam membawakan acara tersebut, dengan memberikan isyarat bersedia berbicara dalam bahasa asli lawan tuturnya.
Pada dialog 1 terjadi campur kode. Penyiar 1 dan 2 melakukan campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris yaitu pada kalimat 4, 5, 6, dan 9. Campur kode Data 1 dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1.      Jenis campur kode ialah campur bahasa
2.      Tataran campur kode ialah tataran kata
3.      Sifat campur kode sementara
4.      Faktor penyebab campur kode ialah perbedaan tujuan dalam menggunakan bahasa. Yang satu ingin menghormati bahasa lawan bicaranya, sementara lawan bicaranya ingin mempraktekkan atau melatih kemampuan bahasa asingnya.
Data II
Penyiar 2  : Kayana tos aya nu asup hallo . . . (1)
Penyiar 1  : Hallo . . .  sareng saha dimana ?? (2)
Penyiar 2  : Hallo . . .  te aya suarana!! (3)
Penelepon : Iya hallo . . . G-FM Radio. (4)
Penyiar 1  : Siapa dimana ?? (5)
Penelepon : Dengan Devi di Barugbug. (6)
Penyiar 2  : Iya Devi lagi ngapain ni ?? (7)
Penelepon : Gi tiduran ja di kamar!! (8)
Penyiar 1  : Mau Riquest lagu pa ni ?? (9)
Penelepon : Minta lagunya Zigas dong yang sahabat jadi cinta. (10)
Penyiar 2  : Lagunya buat siapa ni ?? (11)
Penelepon : Buat semua Sobat G-FM ja yang lagi dengerin. (12)
Penyiar 1  : Ok  . . . ditunggu ya lagunya. (13)
Penelepon : Thnks ya . . . (14)
Penyiar 2  : Ok. Makasih juga Devi dah ikut gabung bareng kita disisni. (15)
Analisis Data II
1.      Modus pembicaraan : Melalui telepon secara lisan.
2.      Topik dan subtopik pembicaraan 
Topik Pembicaraan : Riquest lagu dan kirim salam

3.      Fungsi dan Tujuan Berbahasa
Fungsi kalimat (1),(3) :  menjelaskan keadaan 
Fungsi kalimat (2) (4), : membuka percakapan 
Fungsi kalimat (5), : mengajak berkenalan 
Fungsi kalimat (6) : menyambut perkenalan 
Fungsi kalimat (7),(8), (13),(15) : menjalin keakraban 
Fungsi kalimat (9), (11): memberikan tawaran dan kalimat (10),(12),(14) : menyambut tawaran

4.      Bahasa, Ragam, dan Tingkat Tutur. Bahasa yang mula-mula digunakan adalah bahasa Sunda (kalimat 1, 2, dan 3). Bahasa yang kemudian digunakan adalah bahasa Indonesia dengan tingkat tutur biasa (kalimat 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, dan 13), dan berlanjut ke dalan bahasa Inggris dengan tingkat tutur biasa (kalimat 9 dan 14). Ragam bahasa yang digunakan adalah ragam santai/non-formal dan sopan.
Dari analisis data II dapat dikemukakan bahwa pada dialog ini terjadi alih kode, yaitu pada kalimat (4). Alih kode pada data II dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1.      Jenis alih kode adalah alih kode bahasa
2.      Tataran alih kode adalah tataran kalimat
3.      Sifat alih kode sementara tergantung situasi
4.      Faktor penyebab alih kode ialah adanya perubahan situasi karena adanya orang ketiga.  Penyiar 1 pada kalimat (5) menggunakan bahasa lain (bahasa Indonesia) dengan maksud membangun keakraban anatara penelepon dan penyiar sekaligus menghormati lawan tuturnya dalam hal ini penelepon yang tidak bisa menggunakan bahasa Sunda dalam dialog interaktifnya, dengan memberikan isyarat bersedia berbicara dalam bahasa keduannya yaitu bahasa Indonesia.
Pada dialog II terjadi campur kode. Penutur dan lawan tutur melakukan campur kode bahasa bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris yaitu pada kalimat 9 dan 14. Campur kode Data II dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1.      Jenis campur kode ialah campur bahasa
2.      Tataran campur kode ialah tataran kata
3.      Sifat campur kode sementara
4.      Faktor penyebab campur kode ialah perbedaan tujuan dalam menggunakan bahasa. Yang satu ingin menghormati bahasa lawan bicaranya, sementara lawan bicaranya ingin mempraktekkan atau melatih kemampuan bahasa asingnya.
Data III
Penyiar 1   : Haloo….. (1)
Penelepon  : Iy hallo… G-FM Radio… (2)
Penyiar 2    : Iy btul. Dengan siapa dimana?? (3)
Penelepon  : Dengan Dani di Ciomas. (4)
Peyiar 1      : Iy Dani, Sedang apa nie?? (5)
Penelepon  :  Ehm.. lagi ngopi ni di base came. (6)
Penyiar 2    : Waduh . . . mantap tuh tiris-tiris kieu !! (7)
Penyiar 1    : Wey malem minggu ga ngapel kitu ?? (8)
Penelepon : Ngapel kemana!! Te gaduh nu jeung diapelana. Mendingan ngopi bareng my fren.(9)
Penyiar 1  : Bener-bener dari pada keluyuran ga karuan, mendingan ngumpul bareng temen-temen. (10)
Penyiar 2   : Ok . . . Dan mau Riquest lagu siapa ni ?? (11)
Penelepon : Lagunya Iwan Fals dong yang Maaf Cintaku. (12)
Penyiar 1  : Boleh, lagunya buat siapa?? (13)
Penelepon : Buat anak-anak GANCI ja yang gi dengerin moga damai semua thnks ya. (14)
Penyiar 2  : Ok. Ditunggu ya. . .  (15)
Analisis Data III
1.      Modus pembicaraan : Melalui telepon secara lisan.
2.      Topik pembicaraan 
Topik Pembicaraan : Riquest lagu dan kirim salam

3.      Fungsi dan Tujuan Berbahasa
Fungsi kalimat (1),(2) :  membuka percakapan 
Fungsi kalimat (3) (4) : mengajak berkenalan
Fungsi kalimat (5),(6),(7),(8),(9),(10) : menjalin keakraban
Fungsi kalimat (11),(13) : memberikan tawaran 
Fungsi kalimat (12),(14),(15) : menyambut tawaran

4.      Bahasa, Ragam, dan Tingkat Tutur. Bahasa yang mula-mula digunakan adalah bahasa Indonesia (kalimat 1, 2, 3, 4 dan 5). Bahasa yang kemudian digunakan adalah bahasa Inggris dengan tingkat tutur biasa (kalimat 6, 9, 11, 14, dan 15), dan berlanjut ke dalan bahasa Sunda dengan tingkat tutur biasa (kalimat 7, 8,  9 dan 10). Ragam bahasa yang digunakan adalah ragam santai/non-formal dan sopan.
Dari analisis data III dapat dikemukakan bahwa pada dialog ini terjadi alih kode, yaitu pada kalimat (9). Alih kode pada data III dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1.      Jenis alih kode adalah alih kode bahasa
2.      Tataran alih kode adalah tataran kalimat
3.      Sifat alih kode sementara tergantung situasi
4.      Faktor penyebab alih kode ialah adanya perubahan situasi karena adanya penggunaan bahasa asli (bahasa Sunda B1) oleh lawan tuturnya dalam hal ini yaitu penyiar 1 dan 2.  Penalepon dalam kalimat (9) menggunakan B1 (bahasa Sunda) dengan maksud membangun keakraban anatara penelepon dan penyiar sekaligus menghormati lawan tuturnya dalam hal ini penelepon yang  dapat menggunakan bahasa Sunda dengan baik (merupakan B1) dengan penyiar yang latar belakangnya sama-sama berasal dari suku Sunda dalam dialog interaktifnya, dengan memberikan isyarat tersebut yang bersedia berbicara dalam bahasa pertamanya yaitu bahasa Sunda, karena pembicaraan tersebut dianggap pembicaraan yang nonformal atau santai.
Pada dialog III terjadi campur kode. Penutur dan lawan tutur melakukan campur kode bahasa bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris yaitu pada kalimat 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14, dan 15. Campur kode Data III dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1.      Jenis campur kode ialah campur bahasa
2.      Tataran campur kode ialah tataran kata atau frasa
3.      Sifat campur kode sementara
4.      Faktor penyebab campur kode ialah perbedaan tujuan dalam menggunakan bahasa. Yang satu ingin menghormati bahasa lawan bicaranya, sementara lawan bicaranya ingin mempraktekkan B1 dan melatih kemampuan bahasa asingnya.
Data IV
Penyiar 1  : Hallo . . .(1)
Penyiar 2  : Hallo . . . G-FM Radio (2)
Penelepon : Ya halo G-FM Radio. (3)
Penyiar 1   : Dengan siapa dimana?? (4)
Penelepon : Dengan Agus di Padarincang. (5)
Penyiar 2   : Ya Gus mau Riquest lagu siapa nieh?? (6)
Penelepon : Lagunya Kotak yang pelan-pelan saja. (7)
Penyiar 1   : Lagunya buat siapa nih?? (8)
Penelepon :  Buat alumni SMA 1 Padarincang angkatan 2006 kapan ni kita ngumpul lagi, and spesialnya buat CW gw Ika ku kangen banget ma kamu I miss you . . . (9)
Penyiar 2   : So Sweeat . . .!! (10)
Penyiar 1  : . Romantis mat kaya Romeo and juliet ja . . . .!! hehe (11)
Penyiar 2  : Iya lah . . . kan Cw suka yang romantis-romantis!!! (12)
Penelepon : Ya dong. Ya udah Bang Thnks ya. Lagunya ditunggu ni!! (13)
Penyiar 1  : Ok lah kalo begitu . . .!!hehe (14)
Penyiar 2 : Makasih Gus . . . (15)
Analisis Data IV
1.      Modus pembicaraan : Melalui telepon secara lisan.
2.      Topik pembicaraan 
Topik Pembicaraan : Riquest lagu dan kirim salam

3.      Fungsi dan Tujuan Berbahasa
Fungsi kalimat (1),(2),(3) :  membuka percakapan 
Fungsi kalimat (4),(5) : mengajak berkenalan
Fungsi kalimat (6),(8) : memberikan tawaran 
Fungsi kalimat (7),(9) : menyambut tawaran
Fungsi kalimat (10),(11),(12),(13),(14),(15) : menjalin keakraban

4.      Bahasa, Ragam, dan Tingkat Tutur. Bahasa yang mula-mula digunakan adalah bahasa Indonesia (kalimat 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8). Bahasa yang kemudian digunakan adalah bahasa Inggris dengan tingkat tutur biasa (kalimat 9, 10, dan 13). Ragam bahasa yang digunakan adalah ragam santai/non-formal dan sopan.
Dari analisis data IV dapat dikemukakan bahwa pada dialog ini terjadi alih kode, yaitu pada kalimat (10). Alih kode pada data IV dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1.      Jenis alih kode adalah alih kode bahasa
2.      Tataran alih kode adalah tataran kalimat
3.      Sifat alih kode sementara tergantung situasi
4.      Faktor penyebab alih kode ialah adanya perubahan situasi karena adanya penggunaan bahasa lain (bahasa Inggris BA) oleh lawan tuturnya dalam hal ini yaitu penelepon yang menggunakan kalimat “I miss you” yang memancing penyiar 2 unutk melakukan alih kode sementara, dengan maksud membangun keakraban anatara penelepon dan penyiar sekaligus menghormati lawan tuturnya dalam hal ini penelepon yang  dapat menggunakan bahasa Asing dengan baik sama halnya dalam penggunaan B1(bahaa Indonesia)  Penalepon dalam kalimat (10) menggunakan BA (bahasa Inggris) karena topik pembicaraan itu sendiri yang memberikan isyarat untuk dapat berbicara dalam bahasa Asing (bahasa Inggris, serta latar belakang pembicaraan yang santai.
Pada dialog IV terjadi campur kode. Penutur dan lawan tutur melakukan campur kode bahasa bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris yaitu pada kalimat 9 dan 13. Campur kode Data IV dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1.      Jenis campur kode ialah campur bahasa
2.      Tataran campur kode ialah tataran kata atau frasa
3.      Sifat campur kode sementara
4.      Faktor penyebab campur kode ialah perbedaan tujuan dalam menggunakan bahasa. Karena yang satu ingin menghormati bahasa lawan bicaranya, sementara lawan bicaranya ingin mempraktekkan dan melatih kemampuan bahasa asingnya dengan topik dan situasi pembicaraan yang mendukung.
Data V
Penyiar 1  : Hallo . . . (1)
Penelepon : Hallo G-FM Radio met malaem. (2)
Penyiar 2  : Malem juga, dengan siapa dimana?? (3)
Penelepon : Dengan Risma di Cipayung. (4)
Penyiar 1  : Risma lagi ngapain nih?? (5)
Penyiar 2  : Eh Risma mang ga da yang ngapelin gitu?? (6)
Penelepon : Kebetulan ga da tuh. (7)
Penyiar 2  : Boleh dong Aa yang ngapelin?? (8)
Penelepon : Boleh ja tuh, tapi datengnya bawa oleh-oleh ya . . .!!hehe (9)
Penyiar 2  : Tenang kin Aa candakeun emang hoyong naon gitu neng Risma teh?? (10)
Penyiar 1  : Boong Risma gombal tuh!! (11)
Penelepon : Biarin ja sih. Tar kalau ke rumah Rismanya yang kabur . . . hehe (12)
Penyiar 1  : Ya bener tuh . . . haha (13)
Penyiar 2  : Percuma dong ke rumah juga kalau Rismanya kabur. (14)
Penyiar 1  : Ya dah Risma  pengen Riquest lagu apa nieh?? (15)
Penelepon : Lagunya Nidji dong yang sang mantan. (16)
Penyiar 2  : Lagunya buat siapa?? (17)
Penelepon : Buat semua yang kenal ma Risma ja. (18)
Penyiar 1  : Ditunggu ya lagunya . . . (19)
Penelepon : Thnks ya . . .  (20)
Analisis Data V
1.      Modus pembicaraan : Melalui telepon secara lisan.
2.      Topik dan subtopik pembicaraan 
Topik Pembicaraan : Riquest lagu dan kirim salam

3.      Fungsi dan Tujuan Berbahasa
Fungsi kalimat (1),(2) : membuka percakapan  
Fungsi kalimat (3),(4) : mengajak berkenalan
Fungsi kalimat (5)-(14) : menjalin keakraban
Fungsi kalimat (15),(17) : memberikan tawaran 
Fungsi kalimat (16),(19),(20) : menyambut tawaran

4.      Bahasa, Ragam, dan Tingkat Tutur. Bahasa yang mula-mula digunakan adalah bahasa Indonesia (kalimat 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9) yang dipengaruhi oleh dialek Sunda dan Jakarta. Bahasa yang kemudian digunakan adalah bahasa Sunda dengan tingkat tutur biasa (kalimat 10), dan berlanjut ke dalan bahasa Inggris dengan tingkat tutur biasa (kalimat 20) yaitu ucapan terima kasih. Ragam bahasa yang digunakan adalah ragam santai/non-formal dan sopan.
Dari analisis data V dapat dikemukakan bahwa pada dialog ini terjadi alih kode, yaitu pada kalimat (4). Alih kode pada data V dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1.      Jenis alih kode adalah alih kode bahasa
2.      Tataran alih kode adalah tataran kalimat
3.      Sifat alih kode sementara tergantung situasi
4.      Faktor penyebab alih kode ialah adanya perubahan situasi karena adanya orang ketiga, topik pembicaraan dan pribadi pembicara yang mempunyai BI (bahasa Sunda).  Penyiar 2 pada kalimat (8) dan (10) menggunakan bahasa lain (bahasa Sunda) dengan maksud membangun keakraban anatara penelepon dan penyiar sekaligus dimaksudkan untuk meyakinkan dan menghormati lawan tuturnya dalam hal ini penelepon.
Pada dialog V terjadi campur kode. Penutur dan lawan tutur melakukan campur kode bahasa bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris yaitu pada kalimat 9 dan 14. Campur kode Data V dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1.      Jenis campur kode ialah campur bahasa
2.      Tataran campur kode ialah tataran kata atau frasa
3.      Sifat campur kode sementara
4.      Faktor penyebab campur kode ialah perbedaan tujuan dalam menggunakan bahasa. Yang satu ingin menghormati bahasa lawan bicaranya, sementara lawan bicaranya ingin mempraktekkan bahasa B1 (bahasa Sunda) dan melatih kemampuan bahasa asingnya.
6. Simpulan
Alih kode terjadi dalam masyarakat bahasa bilingual, multilingual maupun monolingual. Alih kode yang terjadi dalam percakapan radio untuk menyesuaikan diri dengan peran, atau adannya tujuan tertentu. Menurut jenisnya, alih kode dibedakan menjadi alih bahasa, alih ragam, dan alih tingkat tutur. Ditinjau dari segi tataran, alih kode terdiri atas alih tataran fonem, alih tataran kata/frasa, dan alih tataran kalimat. Alih kode juga dapat digolongkan menurut sifatnya, yaitu alih kode sementara dan alih kode permanen, sedangkan menurut penyebabnya, alih kode terjadi karena faktor (1) pribadi pembicara, (2) kedudukan, (3) hadirnya orang ketiga, dan (4) pokok pembicaraan atau topik. Campur kode terjadi dalam masyarakat bilingual, multilingual maupun monolingual. Campur kode dapat terjadi tanpa adanya sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut adanya pencampuran bahasa, tetapi dapat juga disebabkan faktor kesantaian, kebiasaan atau tidak adanya padanan yang tepat. Menurut jenisnya, campur kode dibedakan menjadi campur bahasa, campur ragam, dan campur tingkat tutur. Ditinjau dari segi tataran bahasa, campur kode terdiri atas tataran fonem, tataran kata/frasa, dan tataran kaliamt. Campur kode dapat digolongkan menurut sifatnya, yaitu campur kode sementara (interferensi) dan campur kode permanen (integrasi). Dalam analisis data di atas terjadi alih kode dan campur kode yang cukup bervariasi  yang dipengaruhi oleh siapa pemicara dan pribadi pembicara, tujuan, topik, fungsi, modus yang digunakan, ragam bahasa dan tingkat tutur yang digunakan dalam dialog penyiar radio tersebut.

MATERI PEMBELAJARAN KELAS 9 BAB 1: MELAPORKAN HASIL PERCOBAAN

  MATERI PERTEMUAN KE 1 & 2 E-LEARNING KELAS IX MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA Oleh: Adis Rahmat S., M.Pd.     bab 1  melap...