RELASI MAKNA
oleh
Adis Rahmat. S.Pd
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bahasa
merupakan alat komunikasi manusia yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Bahasa terus berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa.
Pemakaian bahasa diwujudkan dalam bentuk kata-kata dan kalimat. Manusialah yang menggunakan kata , dan
manusia yang menambah kosa kata sesuai dengan kebutuhan. Bahasa dan masyarakat
memunyai hubungan yang sangat erat dan saling berkaitan karena bahasa adalah
system lambing bunyi arbriter yang digunakan anggota kelompok social untuk
bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri.
Kata-kata
biasanya mengandung komponen makna yang kompleks. Hal tersebut mengakibatkan
terjadinya pelbagai hubungan yang memperlihatkan kesamaan, pertentangan ,
tumpang tindih, dan lain-lain. Hal demikian pun sebenarnya didukung oleh factor
ekstrabahasa, yakni factor nonlingual yang berupa konteks-konteks keperluan dan
pemakaian bahasa yang beragam. Dalam kehidupan yang penuh dengan kompleksitas
ini, manusia membutuhkan banyak konsep dan istilah, mulai dari yang paling umum
sampai yang paling detail sekalipun. Keperluan manusia terhadap kata dan
istilah telah secara langsung atau tidak langsung menentukan terjadinya relasi
makna kata dalam bentuk dan kategori semantic tertentu.
Untuk
kepentingan pengkajian semantic, para ahli telah membuat klasifikasi berbagai
hubungan makna dalam berbagai kategori. Makna kata-kata tersebut membentuk pola
tersendiri yakni pola tautan semantic atau relasi leksikal. Tautan kata-kata
itu berwujud hiponimi, hipernimi, meronimi, holonimi, dan polisemi. Perwujudan
tautan makna itu dapat berupa relasi antara bentuk leksikal dan makna leksikal
dan relasi antara dua makna.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan relasi
makna?
2.
Bagaimana bentuk-bentuk relasi makna
(hiponimi, hipernimi, meronimi, holonimi, dan polisemi) dalam bahasa Indonesia?
3.
Apa perbedaan antara polisemi dan
homofoni?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian relasi
makna.
2.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk relasi
makna (hiponimi, hipernimi, meronimi, holonimi, dan polisemi) dalam bahasa
Indonesia?
3.
Untuk mengetahui perbedaan antara
polisemi dan homofoni?
PEMBAHASAN
A. Hiponimi, Hipernimi, Meronimi, dan
Holonimi
Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “onoma” berarti nama dan “hypo” berarti di bawah. Jadi secara
harfiah berarti nama yang termasuk di bawah nama lain. Secara semantic, Verhaar
(dalam Chaer 2002:98) menyatakan hiponim adalah ungkapan (biasanya berupa kata,
frasa atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu
ungkapan lain. Hiponimi
adalah hubungan inklusi. Hiponimi mengacu pada hubungan vertikal dari taksonomi
(Saeed 2000:68-69). Saeed menyamakan istilah hiponimi dengan hipernimi
(superordinasi). Pendapat ini berbeda dengan Cruse (1995: 88-89) yang
menjelaskan bahwa jika X adalah hiponim dari Y, maka Y adalah hipernim dari X.
Hipernim atau superordinasi berkaitan dengan hiponim. Hipernim mengacu pada
sesuatu yang lebih umum dari hiponim.
Umumnya
kata-kata hipernim adalah suatu kategori dan hiponim merupakan anggota dari
kata hipernim. Misalnya kata tongkol
adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab
kata tongkol berada atau termasuk
dalam makna kata ikan. Tongkol memang ikan tetapi ikan bukan
hanya tongkol melainkan juga termasuk bandeng,
nila, koi dan sebagainya. Jika diskemakan menjadi:




Bandeng Tongkol Nila Hiu
Jika
relasi antara dua buah kata yang berantonim, bersinonim, dan berhomonim
bersifat dua arah, maka relasi antara dua buah kata yang yang berhiponim ini
adalah searah. Jadi, kata Tongkol
berhiponim terhadap kata ikan; tetapi kata ikan
tidak berhiponim terhadap kata tongkol,
sebab makna ikan meliputi seluruh jenis ikan. Dalam hal ini relasi antara ikan dan tongkol (atau jenis ikan lainnya) disebut hipernimi. Jika tongkol berhiponim terhadap ikan, maka ikan berhipernim terhadap tongkol.
Perhatikan bagan berikut:


Hipernim
Contoh
lain, kata mobil dan kendaraan. Kata mobil berhiponim terhadap kata kendaraan,
sebab mobil adalah salah satu jenis kendaraan.
Sebaliknya, kata kendaraan
berhipernim terhadap kata mobil,
sebab kata kendaraan meliputi makna mobil di samping jenis kendaraan lain
seperti sepeda, motor, bajaj, kereta api, dan sebagainya. Hubungan antara sepeda, motor, mobil, kereta api, dan pesawat terbang yang sama-sama merupakan
hiponim terhadap kendaraan disebut kohiponim.
Oleh karena itu sepeda, motor, bajaj, kereta api berkohiponim dengan pesawat
terbang.
Dalam
definisi Verhaar di atas disebutkan bahwa hiponim terdapat pula dalam bentuk
frasa dan kalimat akan tetapi sukar sekali mencari contohnya dalam bahasa
Indonesia karena juga hal ini lebih banyak menyangkut masalah logika dan bukan
masalah linguistic. Oleh karena itu, menurut Verhaar (dalam Chaer, 2002:100)
masalah ini dilewati saja, tidak perlu dipersoalkan lagi. Konsep hiponimi dan
hipernimi mengandalkan adanya kelas atasan dan kelas bawahan, adanya makna
sebuah kata yang berada di bawah makna kata lainnya. Karena itu, ada
kemungkinan sebuah kata yang merupakan sebuah hipernimi terhadap sejumlah kata
lain, akan menjadi hiponim terhadap kata lain yang hierarkial berada di
atasnya.
Relasi makna lesikal lainnya adalah meronimi. Meronimi adalah istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan hubungan bagian-keseluruhan antar unsur leksikal (Saeed,
2000:70). Definisi ini sesuai dengan asal kata meronim dari bahasa Yunani,
yaitu: meros ‘bagian’ dan onima ‘nama’. Cruse (1995:162) mengaitkan istilah
moronimi dengan holonimi. Jika X adalah meronim dari Y, maka Y adalah holonim
dari X. Istilah ini juga berasal dari bahasa Yunani holos ‘keseluruhan’. Contoh: Contoh: ‘halaman’ adalah meronim dari
‘buku’ sedangkan ‘buku’ adalah holonim dari ‘halaman’.
B. Polisemi
Istilah polisemi berasal dari bahasa Yunani
poly ‘banyak’ dan sema ‘ tanda’. Berkaitan dengan
polisemi, Palmer (dalam Suherlan, 2004:267) menyatakan the same word may have a set of different meanings sedangkan
Simpson (dalam Suherlan, 2004:267) menyatakan a word which has two (or more) related meanings. Kedua pendapat
pakar tersebut menyiratkan kesamaan pendapat tentang apa sesungguhnya yang
disebut polisemi. Polisemi adalah kata-kata yang mengandung makna lebih dari
satu, tetapi makna itu masih berkaitan dengan makna dasarnya atau disebut juga
kata beraneka. Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia.
Kata tersebut memiliki makna (1) bagian
tubuh dari kleher sampai ke atas, (2) bagian dari suatu yang terletak di
sebelah atas, depan dan merupakan hal yang perting, seperti pada kata kepala kereta api, kepala motor, (3)
bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, misalnya kepala paku, kepala jarum, (4) pemimpin
atau ketua seperti pada kepala sekolah,
kepala kantor, (5) jiwa atau orang, seperti dalam kalimat setiap kepala akan menerima bantuan, (6)
akal budi, seperti dalam kalimat isi
kepalanya benar-benar kosong.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam
bahasa Indonesia kata kepala setidaknya
mengacu kepada enam buah konsep makna. Dalam perkembangannya komponen-komponen
makna ini berkembang menjadi makna-makna tersendiri. Pada frasa kepala surat “terletak di sebelah atas”-lah yang diterapkan
sebagai makna. Pada frasa kepala paku dan
kepala jarum komponen makna
“berbentuk bulat”-lah yang diterapkan sebagai makna; sedangkan pada frasa kepala kereta api komponen makna “bagian terpenting”-lah yang
diterapkan sebagai makna.
Jika diperhatikan dengan seksama, kata kepala dengan segala macam maknanya itu
maka dapat dinyatakan makna-makna yang banyakdari sebuah kata polisemi itu
masih ada sangkut pautnya dengan makna dasar (asal), karena dijabarkan dari
komponen makna yang ada pada makna asal kata tersebut. Makna-makna yang bukan
makna asal dari sebuah kata bukanlah makna leksikal sebab tidak merujuk kepada
referen dari kata itu. Selain itu, kehadirannya harus pula dalam satuan-satuan
gramatikal yang lebih tinggi dari kata, seperti frasa atau kalimat. Tanpa
kehadirannya dalam satuan gramatikal yang lebih besar dari kata, kita tidak
akan tahu akan makna-makna lain itu. Berbeda dengan makna asalnya yang sudah
jelas dari makna leksikalnya karena adanya referen tertentu dari kata tersebut.
Sulit untuk membedakan antara polisemi dan
homonimi karena kedua istilah ini berhubungan dengan makna sekaligus bentuk.
Namun, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara polisemi dan homonimi.
Polisemi memiliki ciri-ciri (1) terdiri atas satu kata; (2) makna-makna pada
polisemi saling memiliki keterkaitan atau ada hubungan antara satu dengan yang
lain sedangkan hominimi (1) terdiri atas dua buah kata atau lebih; (2) antara
makna yang satu dengan makna yang lain tidak ada kaitannya; (3) bentuk-bentuk
homonimi berasal dari dialek yang berbeda.
SIMPULAN
Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “onoma” berarti nama dan “hypo” berarti di bawah. Jadi secara
harfiah berarti nama yang termasuk di bawah nama lain. Secara semantic, Verhaar
(dalam Chaer 2002:98) menyatakan hiponim adalah yang maknanya dianggap
merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.
Hiponimi mengacu pada hubungan vertikal dari taksonomi (Saeed 2000:68-69).
Saeed menyamakan istilah hiponimi dengan hipernimi (superordinasi). Pendapat
ini berbeda dengan Cruse (1995: 88-89) yang menjelaskan bahwa jika X adalah
hiponim dari Y, maka Y adalah hipernim dari X. Hipernim atau superordinasi
berkaitan dengan hiponim. Hipernim mengacu pada sesuatu yang lebih umum dari
hiponim.
Umumnya kata-kata
hipernim adalah suatu kategori dan hiponim merupakan anggota dari kata
hipernim. Jika relasi antara dua buah kata yang berantonim, bersinonim, dan
berhomonim bersifat dua arah, maka relasi antara dua buah kata yang yang
berhiponim ini adalah searah. Konsep hiponimi dan hipernimi mengandalkan adanya
kelas atasan dan kelas bawahan, adanya makna sebuah kata yang berada di bawah
makna kata lainnya. Karena itu, ada kemungkinan sebuah kata yang merupakan
sebuah hipernimi terhadap sejumlah kata lain, akan menjadi hiponim terhadap
kata lain yang hierarkial berada di atasnya. Relasi makna lesikal lainnya
adalah meronimi. Meronimi adalah
istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan hubungan bagian-keseluruhan antar
unsur leksikal (Saeed, 2000:70). Definisi ini sesuai dengan asal kata meronim
dari bahasa Yunani, yaitu: meros
‘bagian’ dan onima ‘nama’.
Cruse (1995:162) mengaitkan istilah moronimi dengan
holonimi. Jika X adalah meronim dari Y, maka Y adalah holonim dari X. Istilah
ini juga berasal dari bahasa Yunani holos
‘keseluruhan’.
Istilah polisemi berasal dari bahasa Yunani poly ‘banyak’ dan sema ‘ tanda’. Berkaitan dengan polisemi, Palmer (dalam Suherlan,
2004:267) menyatakan the same word may
have a set of different meanings sedangkan Simpson (dalam Suherlan,
2004:267) menyatakan a word which has two
(or more) related meanings. Polisemi adalah kata-kata yang mengandung makna
lebih dari satu, tetapi makna itu masih berkaitan dengan makna dasarnya atau
disebut juga kata beraneka. terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara
polisemi dan homonimi. Polisemi memiliki ciri-ciri (1) terdiri atas satu kata;
(2) makna-makna pada polisemi saling memiliki keterkaitan atau ada hubungan
antara satu dengan yang lain sedangkan hominimi (1) terdiri atas dua buah kata
atau lebih; (2) antara makna yang satu dengan makna yang lain tidak ada
kaitannya; (3) bentuk-bentuk homonimi berasal dari dialek yang berbeda.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. “Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia”. Jakarta: Rineka Cipta.
Cruse, D.A. 1995.
Lexical Semantics. Cambridge:
Cambridge University Press.
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Saeed, John.I. 2000. Semantics.
Oxford: Blackwell.
Sudaryat, yayat. 2008. Makna dalam Wacana.Bandung:Yrama Widya
Suherlan dan Odien R. 2004. “Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya (Pengantar
Memahami Linguistik)”. Serang: FKIP Untirta Press.
No comments:
Post a Comment