Analisis Struktural (dalam Ranah
Sintaksis, Sematik, dan Pragmatik)
Pada Puisis “Kampung Maling (Apologi Anak Si Raja Maling)” Karya Gola Gong
Gola Gong
“KAMPUNG MALING”
(Apologi anak si raja maling)
aku anak si raja maling
makan emping sama belimbing
aku lahir di kampung maling
plesiran kencing kayak anjing
aku besar di kampung maling
kursi kupaling biar happy ending
aku jadi raja maling
tak maling tak eling tujuh keliling
aku si raja maling
tender dan kepeng berkeping-keping
akulah si raja maling
bawa klewang tanpa tedeng aling-aling
Ya, akulah si raja maling di kampung maling
nyari ratu maling mas kawinnya anting-anting!
“KAMPUNG MALING”
(Apologi anak si raja maling)
aku anak si raja maling
makan emping sama belimbing
aku lahir di kampung maling
plesiran kencing kayak anjing
aku besar di kampung maling
kursi kupaling biar happy ending
aku jadi raja maling
tak maling tak eling tujuh keliling
aku si raja maling
tender dan kepeng berkeping-keping
akulah si raja maling
bawa klewang tanpa tedeng aling-aling
Ya, akulah si raja maling di kampung maling
nyari ratu maling mas kawinnya anting-anting!
Ciloang,
Desember 2002
Gola
Gong, beberapa sajaknya di muat di Suara Muhammadiyah, Mitra Desa PR,
Republika, Media Indonesia, tabloid Hikmah, Adil, dan Harian Banten. Juga
terkumpul di antologi Jejak Tiga (1988), Ode Kampung (1995), Antologi Puisi
Indonesia (KSI-Angkasa, 1997), dan Bebegig (LiST, 1998). Naskah komedi satire "Kampung
Maling" dipentaskan oleh FKB di GKB. Sekarang Humas Pustakaloka RUMAH
DUNIA.
Sesuai dengan namanya, pendekatan
struktural memandang karya sastra dari struktur karya itu sendiri. Karya sastra
dipandang sebagai sesuatu tang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang,
realitas maupun pembaca (Teeuw dalam Wiyatmi 2006:89). Pendekatan ini bertujuan
membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam
mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang
bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Puisi sebagai salah satu karya seni
sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji dari
struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang
tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan.
Menurut aliran fungional dalam teori gramatikal relasional Siomon Dik (dalam
Kridalaksana 1988 : 83) menempatkan fungsi bahasa dan fungsi dalam bahasa dalam
tiga tingkat yaitu : (i) Fungsi semantik : pelaku, sasaran, penerima dsb; (ii) Fungsi
sintaksis : subjek dan objek; (iii) Fungsi pragmatik : tema dan rema. Dalam
analisis strulrulal ini sajak-sajak puiasi tersebut di parafrasekan menurut
bagian-bagiannya yang saling melengkapi dalam susunannya yang melingkupi fungsi
sintaksis, semantik dan pragmatik.
Analisis
Sintaksis
Salah
satu tugas sintaksis ialah menerangkan pola-pola yang mendasari satuan-satuan
sintaksis, serta konstituen-konsituen atau unsur-unsur pembentuknya (dalam
Odien Rosidin dan Suherlan 2004 : 236). Sekaitan dengan itu menururt Ramlan
(dalam Odien Rosidin dan Suherlan 2004 : 237) menjelaskan bahwa klausa dan
kalimat dapat di analisis berdasarkan tiga dasar, yaitu : (i) berdasarrkan
fungsi dan unsur-unsurnya; (ii) berdasarkan kategori kata atau frasa yang
menjadi unsurnya; dan (iii) berdasarkan makna unsur-unsurnya. Dengan demikian
analisis sintaksis dalam sajak-sajak puisi ini perangkat yang di pakai berupa
analisis fungsi, kategori, dan peran. Dalam analisis puisi “Kampung Mnaling”
karya Gola Gong ini sajak-sajaknya difarap-prasekan, kemudian di petakan
menurut fungsi, kategori, dan perannya dalam masing-masing kalimat. Struktur-struktur
pembentuk dalam susunan sintaksis sajak-sajak puisi “Kampung Maling” antara
lain sebagai berikut :
Kekongkritan
puisi “Kampung Maling” karya Gola Gong tampak pada pengunaan kosa kata yang
memperjelas makana puisi tersebut. Kata-kata yang dirangkai dan digunakan dalam
pembentukan sajak-sajak puisi tersebut merupakan kata-kata yang biasa
dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, merupakan kata-kata dasar yang abadi
dalam arti dapat dipahami sepanjang masa, tidak hilang atau menjadi kabur
maknanya. Selain itu kata-kata yang digunnakan banyak mengambil dari kata-kata
gaul dan kata-kata bahasa asing (Bahasa Inggris) yang umumnya remaja gunakan.
Misalnya kata pelesiran(bepergian), hapy
ending (akhirnya senag), tender (penawaran), kepeng (uang logam), klewang
(sekilas) dan tedeng (penghalang). Terlepas
dari itu unsur-unsur ketatabahasaan dipergunakan dalam pemadatan-pemadatan
puisi ini untuk ekspresivitas, membuat hidup, dan liris karena kepadatan dan
kesejajaran (keselarasan) bunyi dan arti meski sering mneyimpang dari tata
bahasa normatif.
Strukurtr
kalimat dalam puisi “Kampung Maling” merupakan struktur kalimat yang tidak
menyimpang dari tatabahasaan normatif, karena struktur kalimatnya sudah
mencakup sekurang-kurangnya unsur subjek dan predikat dengan kata lain struktur
kalimatnya sudah mengandung kelengkapan fungsional. Srtruktur kalimatnya pun cenderung menggunakan kata-kata yang
bermakna polos, lugas, denotatif tetapi padat dan tepat. Meskipun demikian Gola
Gong tidak mengesampingkan kata-kata yang bermakna konotatif, hanya saja dalam
puisi “Kampung Maling” tersebut yang paling dominan adalah penggunaan kata-kata
yana bermakna denotatif.
Analisis Semantik
Semantik
merupakan ilmu yang membahas tentang makna, baik makna yang terdapat dalam
morfem, kata, kalimat maupun wacana (Muhajir dalam Odien dan Suherlan 2004 :
242). Sedangkan makna itu sendiri adalah hubungan antara bahasa dan dunia luar
yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling
mengerti. Dalam kaitanya dengan sajak-sajak puisi makna teks puisi ditekankan
pada struktur ritmik larik sajak dan makna bahasa kiasnya. Kata-kata yang
terdapat pada akhir larik sajak yaitu bunyi “ing” yang merupakan bunyi euphony yang melambangkan keceriaan,
sehingga memeroleh tekanan semantik yang lebih kuat, lepas dan berdiri sendiri
dalam teks.
Aspek
makna dalam puisi tersbut dapat di lihat dari struktur-struktur sajak yang di
petakan menurut struktur kalimatnya dalam sajak-sajak tersebut. Pada bait
pertama sajak aku anak si raja maling
aku lahir di kampung maling aku besar di
kampung maling (majas metafora) menpunyai makna bahwa si aku lirih dalam hal ini
pengarang merupakan anak si raja maling, lahir di kampung maling dan besar di lingkungan
kampung maling. Dalam hal ini si aku lirih mempunyai kebiasaan suka
menzolimi orang lain dan mengambil barang yang bukan haknya dalam hal ini di
kiaskan dengan sajak makan emping sama
belimbing (majas hiperbol) , serta aku lirih merupakan orang yang suka
bepergian kesana kemari tak tentu tanpa tujuan layaknya anjing yang suka
berlarian kesana kemari tanpa tujuan yang jelas, yang di lakukannya hanya bisa
menyusahkan orang lain yang ada di sekitarnya saja dapat terlihat dalam
penggalan sajak plesiran kencing kayak
anjing (termasuk majas hiperbola). Dan si aku lirih adalah tife orang yang
hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak mementingkaan orang yang ada di
lingkungan sekitarnya, layaknya seperti para pejabat yang hanya mengejar kursi
setelah tercapai ia lupa dengan janji-janjim manis yang diucapkannya dapat terlihat dalam
penggalan sajak kursi kupaling biar happy
ending majas (majas personifikasi).
Pada
bait kedua aku jadi raja maling tak maling tak eling tujuh keliling (majas
metafora) mempunyai makna bahwa aku lirik ini menjadi seorang raja maling
yang sadis yang keseharianya suka maling atau mengambil barang orang lain, yang
mana bila pekerjaannya itu tidak dilakukan si aku lirih ini merasa seperti orang
yang mempunyai penyakit keterbelakngan mental atau seperti orang gila. aku si raja maling tender dan kepeng berkeping-keping (majas metafora) mempunyai makna
si aku lirik merupakan orang sangat berkuasa atau berpengaruh dalan hal ini aku
lirih merupakan raja maling di kampung maling, karena pengaruhnya itu
tawaran-tawaran berdatangan membanjiri yang menghasilkan uang yang berlimapah. akulah
si raja maling bawa klewang tanpa
tedeng aling-aling (majas metafora) mempunyai makna si aku lirik ini ketika
melaksanakan pekerjaannya tidak pernah ada yang menghalangi, dan ketika membawa
hasil pekerjaannya dalam hal ini barang curiannya ia membawanya sekelebatan
(secepat kilat) yang seolah-olah tak berbekas tanpa di ketahui oleh orang lain.
Pada
bait ke tiga Ya, akulah si raja maling di
kampung maling nyari ratu maling mas kawinnya anting-anting! (majas matafora) mempunyai
makna bahwa si aku lirik merupakan raja maling di kampung maling yang sanagat
berpengaruh, yang sedang mencari pendamping atau istri untuk dinikahinya dan di
jadikan sebgai ratu maling, dengan mas kawinnya perihiasan emas (anting-anting)
dan dijamin hidupnya akan bahagia dengan kemewahan yang berlimpah.
Analisis
Pragmatik
Pragmatik
merupakan ilmu makna bahasa, dalam kaitannya dengan keseluruhan perilaku umat
manusia dan tanda-tanda atau lambang-lambang bahasa yang ada di sekelilingnya yang
sesuai dengan konteks tuturan (George dalam Kunjana Rahardi 2003 : 12). Pragmatis
merupakan struktur yang memerikan kesesuaian kontekstual kepada apa yang
diujarkan, dan sama sekali tidak memerikan informasi tentang isi ujaran. Analisis
pragmatik dalam puisi “Kampung Maling” karya Gola Gong dalam tahapan makna
tuturannya mencakup tuturan lokusi, ilokusi dan perlokusi serta aspek tema dan
rema. Tema adalah bagian ujaran yang memberi informasi tentang apa yang
diujarkan, sedangkan rema memeri informasi tentang apa yang di katakan rema.
Dengan demikian tema merupakan tumpuan ujaran (Kridalaksana 1988:105).
Analisisnya antara laian sebagai berikut :
1. aku anak si raja maling,
sajak tersebut mempunyai makna tuturan yaitu aku lirik dalam hal ini pengarang
adalah anak si raja maling yang sadis dan ditakuti oleh masyarakat setempat.
Atau aku lirik merupakan raja maling yang harus ditakuti oleh masyarakat
sekitarnya termasuk dalam tindakan ilokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis
ujaran sajak aku anak (berperan sebagai
tema), dan si raja maling (berperan
sebagai rema).
2. makan emping sama belimbing, makna
tuturannya yaitu makan emping yang merupakan makanan daerah yang terbuat dari umbi-umbian
disertai dengan buah belimbing termasuk dalam makanan kesukaan si aku lirik,
atau bisa saja sajak itu merupakan permintaan dari si aku lirik untuk di
bawakan emping dan belimbimng. Sajak tersebut jika dikaitkan dengan rasio atau
logika manusia maknanya bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan manusia
maka perbuatan tersebut merupakan hal yang tak mungkin dilakukan manusia bahkan
bisa dipastikan suatu kelaianan yang diderita seseorang. Merupakan tuturan
perlokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis ujaran sajak makan (berperan sebagai tema) dan sajak emping sama belimbing (berperan sebagai rema).
3. aku lahir di kampung maling, makna
tuturan sajak tersebut yaitu aku lirih dalam hal ini bisa penyair merupakan
sesorang yang dilahirkan di perkampungan yang mayoritas dihuni oleh orang-orang
yang berprofesi sebagai maling/pencuri/perampok, atau seseorang yang dilahirkan
di perkampungan yang kampungnya dinamakan kampung maling merupakan tuturan
lokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis ujaran sajak aku lahir (berperan sebagai tema) dan sajak di kampung maling (berperan sebagai rema).
4. plesiran kencing kayak anjing, makna
tuturannya sajak tersebut yaitu sesorang atau aku lirih yang suka bepergian,
yang setiap bepergiannya suka buang air kecil layaknya seperti anjing yang
kakinya di angkat sebelah, atau orang yang suka bepergian kesana kemari dengan
bertingkah laku seperti anjing. Tuturan sajak tersebut termasuk dalam tuturan
perlokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis ujaran sajak plesiran (berperan sebagai tema) dan sajak kencing kayak anjing (berperan sebagai rema).
5. aku besar di kampung maling, makna
tuturan sajak yaitu aku lirih dalam hal ini bisa penyair itu sendiri dibesarkan
di kampung yang mayoritas penghuninya berprofesi sebagai maling / pencuri / perampok,
bisa juga aku lirih yang dibesarkan di sebuah kampung yang dinamakan kampung
maling. Termasuk dalam tuturan ilokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis ujaran
sajak aku besar (berperan sebagai tema)
dan sajak di kampung maling (berperan
sebagai rema).
6. kursi kupaling biar happy ending, makna
tuturan sajak yaitu aku lirih yang sedang duduk di kursi putar yang di
palingkan kebelakang layaknya pejabat yang tidak memerhatikan orang yang ada
disekitarnya, yang di pikirkannya adalah kesenangan dirinya sendiri. Ataui si
aku lirik senganja membalikan kursinya agar ia bisa duduk dengan nyaman.
Tindakan tersebut termasuk tindakan perlokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis
ujaran sajak kursi kupaling (berperan
sebagai tema) dan sajak biar happy
ending (berperan sebagai rema).
7. aku jadi raja maling, makna
tuturan sajak tersebut adalah adalah aku lirik dalam hal ini pengarang menjadi
sesorang yang baru saja diangkat menjadi raja maling / raja pencuri yang sadis
dan ditakuti oleh masyarakat sekitarnya, atau tuturan tersebut bermaksud bahwa
aku lirik adalah anak dari seorang raja atau orang yang berpengaruh di sebuah
kampung yang bernama kampung maling. Tuturan tersebut termasuk dalam tuturan
lokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis ujaran sajak aku jadi (berperan sebagai tema) dan sajak raja maling (berperan sebagai rema).
8. tak maling tak eling tujuh keliling,
tuturan
sajak tersebut mempunyai maksud bahwa si aku lirik ini mempunyai kebiasaan
maling, yang mana bila sehari saja kebiasaannya tidak di kerjakan ia akan
merasa sakit yang seolah-olah pekerjaanya itu sudah mendarah daging, atau bisa
saja tuturan tersebut mempunyai maksud bahwa si aku lirik memberitahukan pada
lawan tuturnya (dalam hal ini pembaca puisi tersebut) bahwa pembaca jangan
sampai para pembaca mengikuti kebiasaan aku lirik itu, karena kalu sampai
mengikutinya ia akan susah untuk meninggalkan kebiasaanya itu. Tuturan tersebut
termasuk dalam tuturan perlokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis ujaran sajak tak maling (berperan sebagai tema) dan
sajak tak eling tujuh keliling (berperan
sebagai rema).
9. aku si raja maling, tuturan
sajak tersebut mempunyai maksud bahwa si aku (aku lirih) merupakan raja maling dari
semua orang berpropesi sebagai maling yang sadis dan di takuti oleh masyarakat
sekitarnya, atau tuturan sajak tersebut mempunyai maksud bahwa aku lirik baru
saja di angkat menjadi raja maling di kampung yang bernama kampung maling.
Tuturan tersebut twermasuk dalam tuturan ilokusi. Sedangkan dari sudut
pragmatis ujaran sajak aku si raja
(berperan sebagai tema) dan sajak maling
(berperan sebagai rema).
10. tender dan kepeng berkeping-keping,
tuturan
sajak tersebut mempunyai maksud bahwa si aku lirik merupakan orang yang banyak
uang dan selalui di tawari pekerjaan oleh orang lain, atau tuturan sajak
terasebut mempunyai makna bahwa jika banyak tawaran pekerjaan yang datang maka
uang yang datangnya pun akan berkeping-keping atau berlimpah. Tuturan tersebut
termasuk dalam tuturan perlokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis ujaran sajak tender dan kepeng (berperan sebagai tema)
dan sajak berkeping-keping (berperan
sebagai rema).
11. akulah si raja maling bawa klewang
tanpa tedeng aling-aling, tuturan sajak tersebut mempunyai
maksud bahwa si aku lirik adalah seorang raja maling, yang beroprasi dalam
pekerjaannya secepat kilat dan tidak pernah ada yang menggagalkan. Atau tuturan
sajak tersebut mempunyai maksud aku lirik mempunyai keahlian sebagai maling
atau pencuri yang belum pernah gagal. Tuturan tersebut termasuk dalam tuturan
perlokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis ujaran sajak akulah si raja maling (berperan sebagai tema) dan sajak bawa klewang tanpa tedeng aling-aling (berperan
sebagai rema).
12. Ya, akulah si raja maling di
kampung maling nyari ratu maling mas kawinnya anting-anting! Tuturan
sajak tersebut mempunyai makna bahwa benar si aku lirik adalah seorang raja
maling di kalangan orang-orang yang berprofesi sebagai maling atau pencuri yang
mencari seorang istri untuk dinikahinya dengan mas kawinya adalah
anting-anting. Atau tuturan sajak tersebut mempunyai maksud bahwa benar si aku
lirik ini adalah orang yang disegani oleh penduduk yang berada di kampung yang
bernama kampung maling dan ia sedang mencari sorang kekasih untuk dinikahinya
dengan diberikan sebuah mas kawin berupa anting-anting serta kehidupan calon
istrinya akan terjamin seumur hidup. Tuturan tersebut termasuk dalam tuturan
perlokusi. Sedangkan dari sudut pragmatis ujaran sajak Ya, akulah si raja maling di kampung maling (berperan sebagai tema)
dan sajak nyari ratu maling mas kawinnya
anting-anting! (berperan sebagai rema).
Isotopi Puisi
Isotopi adalah wilayah makna yang terbuka yang
terdapat di sepanjang teks wacana atau sastra. Isotopi adalah suatu bagian
dalam pemahaman yang memungkinkan pesan apapun untuk dipahami sebagai suatu
perlambangan yang utuh, karena itu, dalam isotopilah makna mencapai keutuhannya
(J.V. Luxembrug 1984 : 195).
Ø Isotopi manusia : Aku, anak, raja,
Ø Isotopi perasaan : Eling tujuh keliling
Ø Isotopi perbuatan : Kencing, lahir, kursi
kupaling, pelesiran, maling, bawa klewang, nyari, tender
Ø Isotopi
buah-buahan : Belimbing
Ø Isotopi
hewan : Anjing
Ø Isotopi
makanan : Emping
Ø Isotopi
perhiasan : Anting-anting, mas kawin
Ø Isotopi
uang : Kepeng berkeping-keping
Ø Isotopi
penghubung : Di
Ø Isotopi
penambahan : Sama, dan
Ø Isotopi
perbandingan : Kayak
Daftar
Pustaka
F.R. Herwan. 2005. “Apresiasi dan Kajian Puisi”. Serang : Gerage Budaya.
Harimurti, Kridalaksana. 1988. “Sumbangan
Aliran Praha dalam Teori Linguistik”. Jakarta : Lembaga Bahasa Atmajaya.
Luxembrug, Jan Van, dkk. 1984. “Pengajaran Ilmu Sastra”. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2009. “Pengkajian Puisi”. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press
Sudaryat, Yayat. 2009. “Makna
dalam Wacana (Prinsif-Prinsif Semantik dan Pragmatik)”. Bandung : Yrama Widya.
Suherlan dan Odien Rosidin. 2004. “Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya (Pengantar Memahami Linguistik)”. Serang
: Untirta Press.
Wiyatmi. 2006. “Pengantar Kajian Sastra”. Yogyakarta : Pustaka.
No comments:
Post a Comment