Sunday, April 28, 2013


Kajian Sturktural (Sintaksis, Pragmatik dan Semantik)
Puisi “Aku Menari” Karya Asep G.P

oleh 
Adis Rahmat Sukadis. S.Pd

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Program Pasca Sarjana
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2013




“Aku Menari”

Aku menari dibawah cahaya rembulan
peluh membasahi sekujur tubuh
hingga menjelang malam
aku terus saja menari tak henti

karena aku ingin mencari kedamaian

aku kini menari dibawah terik matahari
peluh membasahi sekujur tubuh
hingga kulit tubuh menghitam
bibir terus memanjatkan doa-doa

karena dunia kini dipenuhi manusia yang tak punya jiwa
( Serang, Januari 2003)
Asep G.P

Kajian Struktural
Menurut Pradopo (2009: 7) mengatakan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindera dalam susunan yang berirama. Puisi adalah karya sastra yang kompleks pada setiap lariknya mempunyai makna yang dapat ditafsirkan secara denotatif atau pun konotatif. Puisi merupakan suatu karya sastra yang inspiratif dan mewakili makna yang tersirat dari ungkapan batin seorang penyair. Sehingga setiap kata atau kalimat tersebut secara tidak langsung mempunyai makna yang abstrak dan memberikan imaji terhadap pembaca. Kata-kata yang terdapat dalam puisi dapat membentuk suatu bayangan khayalan bagi pembaca, sehingga memberikan makna yang sangat kompleks.
Sebuah puisi merupakan kesatuan yang utuh atau bulat, dan sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun. Unsur-unsur pembangun tersebut dinyatakan bersifat padu karena tidak dapat berdiri sendiri tanpa mengaitkan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya. Unsur-unsur dalam sebuah puisi bersifat fungsional dalam kesatuannya dan juga bersifat fungsional terhadap unsur lainnya (Waluyo, 1991: 25). Puisi terdiri atas dua unsur pokok yakni struktur fisik dan struktur batin. Kedua bagian itu terdiri atas unsur-unsur yang saling mengikat keterjalinan dan unsur itu membentuk totalitas makna yang utuh. Struktur batin puisi terdiri atas : tema, nada, perasaan, dan amanat. Sedangkan struktur fisik puisi terdiri atas diksi, pengimajian, kata kongkrit, majas, verifikasi dan tipografi puisi. Majas terdiri atas lambang dan kiasan, sedangkan verifikasi terdiri dari : rima, ritma dan metrum (Waluyo, 1991: 28). Dalam analisis struktural ini, puisi yang dianalisis adalah “Aku Menari” karya Asep G.P, meliputi :
1. Diksi (Pilihan Kata)
Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca (Herwan, 2005 : 39). Dalam puisi “Aku Menari” disamping, terdapat beberapa pilihan kata yang digunakan oleh pengarang yang sangat sederhana seperti yang dapat dilihat dalam puisi tersebut. Kata-kata yang digunakan oleh penyair merupakan kata-kata yang ringan, familiyar, universal dan mudah dipahami oleh para pembacanya. Diksi yang digunakan berasal dari bahasa sehari-hari untuk mendukung makna yang berubungan dengan kecemasan aku lirik dalam menjalani kehidupannya. Diksi yang terdapat dalam puisi tersebut, antara lain sebagai berikut :
Ø  Aku menari di bawah cahaya rembulan
Ø  Peluh membasahi sekujur tubuh
Ø  Bibir terus memanjatkan doa-doa
Beberapa contoh diksi yang telah disebutkan di atas menunjukkan beberapa pengertian. Dalam menggunakan kata-kata aku menari di bawah cahaya rembulan, pembaca akan lebih mudah mengetahui makna sebenarnya dari puisi tersebut. Pada kata peluh membasahi sekujur tubuh, yakni kata-kata yang digunakan dalam kalimat tersebut menggunakan kata-kata yang mengandung unsur perumpamaan. Sedangkan kalimat bibir terus memanjatkan doa-doa, ini menyatakan makna yang sebenarnya dari puisi tersebut, bahwa kecemasan si aku lirih dalam mencari kedamaian dalam kehidupan dunia yang semakin menghawatirkan, karena manusia-manusia yang hidup di zaman sekarang ini sudah tidak mempunyai hati nurani.
2. Pengimajian (Citraan)
Pengimajian adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan. Ada beberapa jenis citraan, sesuai dengan indera yang menghasilkannya, yaitu citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan rabaan, citraan pencecapan, citraan penciuman, dan citraan gerak. Pada puisi “Aku Menari” pengimajian yang digunakan oleh pengarang terdapat pada:
Aku menari dibawah cahaya rembulan/ aku kini menari dibawah terik matahari (citran pengelihatan)
peluh membasahi sekujur tubuh (citraan pencecapan)
aku terus saja menari tak henti (citraan gerak)
hingga kulit tubuh menghitam/ bibir terus memanjatkan doa-doa/ hingga menjelang malam (citraan pengelihatan)
karena dunia kini dipenuhi manusia yang tak punya jiwa(citraan pendengaran)

3. Bahasa Figuratif  (Majas)
Bahasa figuratif atau majas adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang biasa, yakni suara yang langsung mengungkapkan makna. Dengan gaya bahasa tersebut diharapkan akan memberikan warna kehidupan atau menghidupkan kata-kata yang dikatakan penyair, apabila penggunaan gaya bahasa ini tepat, maka akan mempengaruhi hasil karya penyair tersebut. Majas-majas yang terdapat dalam puisi Aku Menari ini ada dua jenis majas, antara lain sebagai berikut :
Peluh membasahi sekujur tubuh (metafora)
Bibir terus memanjatkan doa-doa (metafora)
Aku terus saja menari tak henti karena aku ingin mencari kedamaian (metafora)
Karena dunia dipenuhi manusia yang tak punya jiwa (metafora)
Hingga menjelang malam aku terus saja menari tak henti (hiperbola)
Aku kini meanari di bawah terik matahari peluh membasahi sekujur tubuh hingga kulit tubuh menghitam (hiperbola)
4. Sarana retorika
Sarana yang dikombinaasikan dalam puisi tersebut untuk memperkuat dan mempertegas atau untuk penandasan, disamping membuat liris karena iramanya yang mengalun oleh ulangan-ulangan bunyi yang teratur. Yang menggunakan majas metafora, hiperbola dan penegas yang saling berkesinambungan.
5. Kekongkritan Sajak (Secara Sintaksis)
Kekongkritan puisi “Aku Menari” karya Asep G.P tampak pada pengunaan kosa kata yang memperjelas makana puisi tersebut. Kata-kata yang digunakan dalam puisi tersebut merupakan kata-kata yang biasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, merupakan kata-kata dasar ayang abadi dalam arti dapat dipahami sepanjang masa, tidak hilang atau menjadi kabur maknanya. Misalnya kata-kata seperti aku menari, cahaya rembulan, mencari kedamaian, terik matahari, peluh,dan  jiwa.
Unsur-unsur ketatabahasaan dipergunakan dalam puisi ini untuk ekspresivitas, membuat hidup, dan liris karena kepadatan kesejajaran atau keselarasan bunyi dan arti meski sering mneyimpang dari tata bahasa normatif. Misalnya dalam pemadata-pemadatan tersebut terjadi kalimat aku menari dibawah cahaya rembulan, peluh membasahi sekujur tubuh, bibir teus memanjatkan doa-doa, karena dunia kini dipenuhi manusia yang tak punya jiwa.
6. Bentuk Puisi
Bentuk puisi mempunyai peranan yang cukup penting. Dengan adanya bentuk puisi ini kita dapat menentukan puisi tersebut termasuk dalam periode berapa. Dalam arti puisi tersebut tergolong puisi lama atau modern. Di samping itu bentuk puisi antara puisi yang satu dengan lainnya berbeda. Adapun yang termasuk bentuk puisi adalah bait dan baris, nilai bunyi dan persajakan. Tiap-tiap bagian akan kami uraikan berikut ini.
A. Bait dan Baris
Puisi-puisi pada masa sekarang ini mempunyai bentuk bait dan baris yang berbeda-beda. Adapun bait dan baris yang terdapat dalam puisi tersebut nampak sebagai berikut:
empat bait. Bait pertama empat baris, bait kedua satu baris, bait ketiga ketiga empat baris, dan bait keempat satu baris. Jumlah baris keseluruhannya sepuluh baris.
B. Nilai Bunyi
Nilai bunyi erat hubungannya dengan ritme dan rima. Herwan (2005: 52-54), membagi nilai bunyi menjadi dua macam yakni euphony dan cacophony. Euphony adalah perulangan bunyi atau rima yang cerah, ringan , yang menunjukkan kegembiraan serta keceriaan dalam dunia puisi. Biasanya bunyi-bunyi i, e, dan a merupakan bunyi keceriaan. Cacophony adalah perulangan bunyi-bunyi yang berat menekan, menyeramkan, mengerikan seolah-olah seperti suara desau atau suara burung hantu. Biasanya bunyi-bunyi seperti ini diwakili oleh vokal-vokal o, u, e, atau diftong au. Adapun mengenai nilai bunyi yang terdapat dalam puisi “Aku Menari” antara lain sebagai berikut :
Suasana kecemasan atau kegundahan, murung, bingung, ragu sangat pekat dalam puisi ini. Penggunaan kata-kata seperti kata di bawah, peluh, sekujur tubuh, hingga, terus, dunia yang  memberikan tafsiran perasaan kebingungan sekaligus ketakjuban pengarang. Ini ditandai dengan penggunaan fonem vokal /a/, /o/, /u/ termasuk bunyi cocophony. Selain itu tafsiran suasana hati yang riang juga ditemukan dalam puisi ini, melalui kata-kata menari, membasahi, tak henti, ingin, terik, kini, jiwa yang ditandai dengan penggunaan fonem vokal /e/, /i/ termasuk bunyi euphony yang terasa ringan. Akan tetapi, pada dasarnya segala tafsiran atas kata-kata yang digunakan pengarang dalam puisinya sangat bergantung kepada tafsiran pembaca puisi.
      Secara keseluruhan nilai bunyi yan terdapat dalam puisi “Aku Menari” ini lebih dominan bunyi-bunyi cocophony, karena bernadakan keadaan yang mencekam dan mengerikan. Bunyi euphony juga ada di dalam puisi tersebut, walaupun tidak mendominasi.
C. Persajakan
Persajakan ada dua macam, yaitu persajakan berdasarkan tempat dan persajakan susunan. Berdasarkan tempat masih dibagi lagi, yaitu persajakan awal dan persajakan akhir. Persajakan awal, yaitu apabila perulangan bunyi terdapat pada tiap-tiap awal perkataan. Persajakan akhir apabila perulangan itu dijumpai pada akhir setiap kata dalam satu baris. Berdasarkan susunannya persajakan masih dibagi lagi, yaitu persajakan berangkai, berulang dan berpeluk. Persajakan berangkai apabila persamaan bunyi aa, bb, cc dan seterusnya. Persajakan berulang apabila persamaan bunyinya abac, cdce. Persajakan berpeluk apabila persamaan bunyinya abba, cddc (Tarigan, 1985: 35-36). Puisi “Aku Menari” ini mempunyai persajakan bebas, karena tidak dibatasi oleh kesemua hal yang telah dikemukakan. Lagi pula jumlah barisnya dari bait yang satu dengan bait lainnya berbeda. Sehingga persajakan bebas ini tidak memerlukan aturan, dalam arti aturan menganai persajakan.
E. Tipografi
Bentuk tubuh puisi ini bait dan barisnya menggambarkan susasana yang longgar, sejajar dan isisnya bersamaan. Puisi tersebut masih mengikuti pola tifografi puisi pada umumnya, artinya dapat ditafsir, bahwa penyair memiliki kesederhanaan dalam penyusunan bentuk puisinya, emosi jiwa sangat terasa dalam susunan sajaknya yang cukup ekspresif.
7. Isi Puisi Berdasarkan Struktur Batin
Isi puisi adalah segala hal mengenai apa yang terkandung dalam puisi tersebut. Maksud dari penyair diungkapkan dibagian isi puisi ini. Isi puisi ini mencakup mengenai narasi, emosi dan ide.
A. Narasi
Narasi adalah suatu bentuk wacana yang bertugas menggambarkan sejelas-jelasnya suatu objek yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa (Keraf, 1982: 137-138). Narasi dalam sebuah puisi berarti penguraian atau penceritaan dimana puisi bukan sebagai bentukan dari hal-hal di luar puisi, melainkan dari isi puisi itu sendiri. Maksudnya adalah bahwa puisi sebagai suatu yang harus disampaikan kepada orang lain dengan jalan seperti bercerita. Penyair dalam puisi “Aku Menari” ini mengungkapkan mengenai kegundahan dan kecemasan dalam indahnya kedamaian. Aku lirik di dalam puisi tersebut mengalami kecemasan yang sangat luar biasa ketika ia tak dapat membaca isyarat yang datang mungkin berupa tanda maupun simbol keadaan sekitarnya, ketika kedamaian sudah tidak dapat ditemukan lagi di muka bumi ini. Dengan susah payah si aku lirik mencari tempat yang damai dengan cucuran keringat membasahi seluruh tubuh dan membuat kulit tubuhnya hitam terbakar oleh teriknya sinar matahari, serta doa-doa yang selalu mengiringi kemana pun langkahnya pergi tetap saja tak ditemukan, karena penyair mengangap di dunia zaman sekarang ini telah dipenuhi orang-orang yang tidak mempunyai hati nurani lagi atau orang-orang yang tidak mempunyai jiwa besar. Disamping itu di ungkapkan pula kekacauan zaman, tentang kekhawatirannya sebagai seorang penyair, tentang harapan hidup, tentang kesedihan dan kebahagiaan yang sudah tidak dapat menemukan tempat membagi rasa, baik di dalam keadaan suka maupun duka.
B. Emosi (Perasaan atau Feeling)
Emosi adalah perasaan penyair yang diungkapkan melalui hasil karyanya dalam hal ini puisi. Emosi diwarnai oleh suasana hati penyair, yang kadang-kadang dipelajari dengan membiasakan peka terhadap lingkungannya. Dalam puisi “Aku Menari” emosi nampak sebagai kelembutan karena kerinduan maupun emosi yang bersifat kasar karena rasa gelisah yang ada di dalam hatinya. Adapun data yang mengungkapkan mengenai emosi kelembutan tersebut nampak sebagai berikut: “Aku terus saja menari tak hanti karena aku ingin mencari kedamaian”

C. Ide (Tema)
Ide atau gagasan adalah yang menjelmakan menjadi puisi. Puisi tidak lahir dari lintasan perasaan saja, tetapi puisi juga lahir dari perenungan yang panjang sebelum tertuang dalam rangkaian kata, yang mengungkapkan apa yang dilihatnya, direnungkan, kemudian berkembang menjadi imajiansinya. Puisi Agus G.P, Aku Menari mengemukakan permasalahan tentang rasa kegundahan dan kecemasan mengenai kedamaian di muka bumi yang perlahan-lahan mulai menghiang, didalamnya juga terdapat nilai-nilai sosial yang mulai tergeser oleh penindasan kekuasaan, kekacauan zaman dan lain-lain.
D. Amanat
Amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Dalam puisi “Aku Menari” ini amanat yang terkandung yaitu : manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri hendahknya menjaga perdamaian dan tidak saling menyakiti seluruh umat manusia di dunia, karena kedamaian di muka bumi yang perlahan-lahan mulai menghilang oleh penindasan kekuasaan, dan kekacauan zaman.
8. Isotopi
Yang dimaksud dengan isotopi di sini adalah wilayah makna yang terbuka yang terdapat di sepanjang wacana. Isotopi adalah suatu bagian dalam pemahaman yang memungkinkan pesan apapun untuk dipahami sebagai suatu perlambangan yang utuh. Karena itu, dalam isotopilah makna mencapai keutuhannya.
Ø  Isotopi alam : Cahaya rembulan, malam, terik matahari, dunia.
Ø  Isotopi manusia : Kulit tubuh, bibir, sekujur tubuh, peluh,
Ø  Isotopi perasaan : Kedamaian, aku ingin, tak punya jiwa
Ø  Isotopi perbuatan : Menari, ingin mencari, membasahi, memanjatkan, tak hentii
Ø  Isotopi waktu : Menjelang malam, kini
Ø  Isotopi penghubung : Yang, terus
Ø  Isotopi tempat : Di bawah
Ø  Isotopi penambahan : Hingga
Kajian Puisi Secara Semantik
a.    Aku menari di bawah cahaya rembulan (keadaan yang menggambarkan sesorang yang selalu berusaha mencari sesuatu di malam hari)
b.   Peluh membasahi sekujur tubuh ( keadaan tubuh yang telah dipenuhi oleh cucuran keringat dingin)
c.    Hingga menjelang malam (keterangan waktu yang menunjukan malam telah larut)
d.   Aku terus saja menari tak henti (keadan seseorang yang terus mencari dan mencari tanpa kenal lelah)
e.    Karena aku ingin mencari kedamaian (keterangan sesorang yang sangat merindukan kedamaian)
f.    Aku kini terus menari di bawah terik matahari (keadaan yang menggambarkan sesorang yang selalu berusaha tiada henti mencari sesuatu di siang hari yang sangat cerah)
g.   Hingga kulit tubuh menghitam (menggambarkan keadan tubuh sesorang yang semakin menghitam karena terpanggang teriknya sinar matahari)
h.   Bibir terus memanjatkan doa-doa (ketetangan sesorang yang terus berdoa mengharapkan segera menemukan apa yang sedang ia cari)
i.     Karena dunia kini dipenuhi manusia yang tak punya jiwa (keadaan yang menggambarkan kehidupan manusia di muka bumi telah dipenuhi oleh orang-orang yang sudah tidak mempunyai hati nurani, cinta kasih sesama manusia, rasa saling menghargai dan lain-lain).

Kajian Puisi Secara Pragmatik
Aku lirik di dalam konteks puisi tersebut dalam tafsiran pembaca mengalami kecemasan yang sangat luar biasa ketika ia tak dapat membaca isyarat yang mungkin berupa tanda maupun simbol keadaan sekitarnya, ketika kedamaian sudah tidak dapat ditemukan lagi di muka bumi ini. Dengan susah payah si aku lirik mencari kedamaian dengan cucuran keringat membasahi seluruh tubuh dan membuat kulit tubuhnya hitam terbakar oleh teriknya sinar matahari, dan doa-doa yang selalu mengiringi kemana pun langkahnya pergi tetap saja tak memukan kedamaian, karena penyair mengangap di dunia zaman sekarang ini telah dipenuhi orang-orang yang tidak mempunyai hati nurani lagi atau orang-orang yang tidak mempunyai jiwa besar. Disamping itu di ungkapkan pula kekacauan zaman, tentang kekhawatirannya sebagai seorang penyair, tentang harapan hidup, tentang kesedihan dan kebahagiaan yang sudah tidak dapat menemukan tempat membagi rasa, baik di dalam keadaan suka maupun duka.

No comments:

Post a Comment

MATERI PEMBELAJARAN KELAS 9 BAB 1: MELAPORKAN HASIL PERCOBAAN

  MATERI PERTEMUAN KE 1 & 2 E-LEARNING KELAS IX MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA Oleh: Adis Rahmat S., M.Pd.     bab 1  melap...