“ADAPTASI CERPEN LEGENDA WONGASU
KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA
KE DALAM TEKS DRAMA”
(Tugas Akhir Menulis Kreatif)
Oleh :
Adis Rahmat Sukadis
2222070362
Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2011
“Legenda Wongasu”
1.
Tokoh
dan Penokohan
Tokoh dan penokohan dalam drama ini,
antara lain sebagai berikut :
1.
Sukab : Berwajah sangar, rambutnya cepak,
berkumis tipis, berbadan tegap dengan tinggi badan kurang lebih 170 cm,
berkulit hitam, mempunyai sifat sadis dan ambisius, umurnya kira-kira 30 tahun.
Mengenakan celana pendek, kaos singlet yang dekil dan tidak memakai alas kaki.
2.
Istri Sukab : Berwajah bulat, berambut panjang,
berkulit coklat, tubuhnya agak gemuk, tinggi badannya kurang lebih 140 cm,
umurnya kira-kira 27 tahun, mempunyai sifat yang penyabar. Mengenakan kaos coklat
dengan celana pendek yang kusut dan memakai sandal jepit.
3.
Anak Sukab 1 : Berwajah polos, rambutnya botak,
kulitnya hitam, tubuhnya kurus kerempeng, tinggi dadannya kurang lebih 100 cm,
umurnya kira-kira 10 tahun, mempunyai sifat keras kepala. Mengenakan kaos putih
dekil, celana kolor warna hijau tanpa mengenakan alas kaki.
4.
Anak Sukab 2 : Wajahnya lonjong, rambutnya
botak, kulitnya hitam, tubuhnya kurus kerempeng, tinggi badannya kurang lebih
85 cm, umurnya kira-kira 8 tahun, mempunyai sifat manja. Mengenakan kaos warna
putih, celana pendek hitam yang sobek dan tidak mengenakan alas kaki.
5.
Penjaga warung : Wajahnya bulat, rambutnya
pendek, kulitnya coklat, tubuhnya gemuk, tingi badannya kurang lebih 165 cm,
umurnya 40 tahunan, wataknya baik hati namun tegas. Mengenakan kaos warna
hitam, celana panjang dan mengenakan sandal hitam.
6.
Anak-anak : Wajahnya bulat, rambutnya ikal,
kulitnya coklat tubuhnya gemuk, umurnya kira-kira 7 tahun, tinggi badannya
sekitar 80 cm, mempunyai sifat iri hati dan suka membicarakan orang. Mengenakan
celana pendek, kaos merah dan mengenakan sandal jepit.
7.
Penduduk 1 : wajahnya keriput, rambutnya
beruban, kulitnya putih, tubuhnya kurus kerempeng, tingginya 150 cm, umurnya
kira-kira 60 tahun, mempunyai sifat baik hati dan suka menolong sesama.
Mengenakan kopeah, baju koko putih, sarung warna putih dan mengenakan sandal
jepit.
8.
Penduduk 2 : Wajanya bulat, rambutnya lurus,
kulitnya sawo matang, tubuhnya gemuk, tingginya 160 cm, umurnya 35 th, sifatnya
iri, pendendam dan pemarah. Mengenakan kaos warna hitam, celana panjang hitam
dan mengenakan sepatu warna hitam.
9.
Trantib : badanya tegap, berwajah sangar,
rambunta pendek, tubuhnya gemuk, berkulit coklat, tinginya 165 cm, umurnya 32
th, sifatnya sadis dan tidak mempunyai belas kasihan. Mengenakan seragam rapih
dengan tongkat di tangannya.
10. Polisi
: Badannya tegap, berwajah tampan, rambutnya cepak, berkulit sawo matang,
umurnya 29 tahun, tingginya 178 cm, mempunyai sifat baik hati. Mengenakan
seragam lengkap dengan sepatunya.
2.
Setting
Di gubug rumah Sukab dekat kali, Komplek Perumahan, rel kereta,
Stasiun Kota, warung penjual olahan daging anjing, kolong jembatan, kantor
polisi, dan di jalan pedagang kaki lima.
Malam
hari di pinggir kali, tepatnya dalam gubug kardus tempat tinggal Sukab bersama
istrinya.
Sukab :
Untung masih banyak pemakan anjing di kota ini, sehingga kita masih bisa makan
dari hasil menangkap anjing. (sambil
mengelus-ngelus kepala anaknya).
Istri Sukab :
Iya Mas!!! Kalo di kota ini sudah tidak ada orang yang memakan anjing lagi,
pasti aku sudah kembali melacur lagi di kolong jembatan dan anak-anak kita
mengais makanan dari tempat sampah. (sambil
menunduk dan memeluk anaknya).
Sukab : Sudahlah
jangan ngomong seperti itu lagi. Aku tidak sanggup mendengarnya. Kau doakan
saja supaya malam ini aku mendapatkan buruan yang banyak agar kalian bisa makan
kenyang.
Istri Sukab :
Iya Mas…….!!!!
Anak Sukab 2 : Bapak
lapar……..!!!
Sukab :
Iya nak, sabar ya. Nanti bapa pulang bawa makanan. Kamu tunggu saja di rumah
jaga Ibumu (sambil mencium kening
anaknya).
Istri Sukab :
Mas…….!!! Kau jangan pulang dengan tangan hampa, anak-anak menantimu dengan
perut keroncongan. (sambil melambaikan
tangannya ke pada Sukab).
Sukab :
Aku pergi dulu….!!! (sambil melangkah
meniggalkan rumahnya, berjalan menuju rel kereta yang gelap dan hilang termakan
oleh gelapnya malam).
Di komplek perumahan tempat sukab biasa
menagkap anjing.
Sukab :
Kemana perginya anjing-anjing ini, biasanya berkeliaran membuat kegaduhan yang
mengganggu penghuni komplek. Tumben malam ini tak ada seekor pun yang keliatan.
Apa mereka semua sedang mogok makan ya, sampai saat ini tidak nampak satu
ekorpun (duduk melamun dan berbicara
sendiri sambil menggaruk-garuk kepalanya).
Penduduk 1 : Ah…
rupanya kau “Wongasu”. Dari jauh aku liaat kau melamun saja, memangnya ada apa?
Sukab :
Nggak ko…. Aku hanya bingung saja. Kenapa malam ini anjing-anjing liar tidak
ada seekor pun yang kelihatan. Apa mereka semua takut padaku.?
Penduduk 1 :
Hahahaha . . . . ya tentu saja tidak kelihatan lagi. Lagi pula anjing-anjing di
komplek sini kan sudah kau tangkap
semua. Emangnya anjing setiap hari bisa beranak terus dan langsung besar begitu
saja. Dengan seenak jidatmu langsung bisa kau buru setiap hari. (sambil memegangi perut dan tertawa geli).
Sukab :
Bukankah anjing memang seperti itu?
Penduduk 1 :
Wongasu-wongasu….. otakmu memang tidak ada isinya!!! Mana ada anjing begitu
melahirkan langsung dewasa dan bisa kau buru.
Sukab :
Memangnya kenapa? (sambil menatap penuh
dengan kebingungan).
Penduduk 1 : Hahahaha……
Dasar kau wongasu!!! Tidak ada bedanya kau dengan anjing buruanmu sama-sama
tidak punya otak. Sudahlah aku mau pulang. Cari saja di rel kerata sana, pasti
banyak. (sambil berjalan meninggalkan
sukab tetawa tak henti-hentinya)
Sukab :
Kalau malam ini aku tidak mendapatkan buruanku. Anak istriku pasti akan
kelaparan, kasian mereka mengharap aku pulang membawa makanan. Kemana harus aku
cari anjing-anjing ini. (sambil berjalan
mencari buruannya).
Di sepanjang rel kereta, tidak jauh dengan
warung penjual olahan daging anjing.
Sukab :
Setelah lelah aku mencari, akhirnya aku temukan juga kau anjing brengsek. (tanpa banyak basa basi ia langsung
menyergap anjing tersebut). Untung saja malam ini aku bisa menagkap kau,
sehingga anak istriku bisa makan. Sebaiknya aku langsung jual saja. (sambil memasukan anjing ke dalam karung dan
berjalan menuju warung yang menerima tangkapannya)
Penduduk 2 : Heh…
apa yang kau bawa itu?
Sukab :
Mau apa kau? Mau tau saja urusan orang. (sambil
berjalan dengan terburu-buru)
Penduduk 2 :
Dasar orang sinting! Di tanya malah marah-marah (merasa heran dan jengkel dengan sukab).
Di warung tempat menjual berbagai macam
olahan daging anjing.
Sukab :
Ini…. hasil tangkapanku! (sambil
menjatuhkan karung di hadapan penjual olahan daging anjing)
Pemilik warung : Berapa
ekor yang kau tangkap? (sambil melihat
isi karung)
Sukab :
Cuma satu ekor. Malam ini anjing-anjing sedang mogok makan, tidak ada yang
berkeliaran.
Pemilik warung : Kau
kira para buruh, ada acara mogok makan segala! Aneh-aneh saja kau ini. Kecil
sekali anjing ini! (sambil melihat ke
muka Sukab)
Sukab :
Masih untung itu ada yang bisa aku tangkap. Sudah sini mana uangnya?
Pemilik warung : Tungu
sebentar aku ambil dulu (berjalan ke
dalam warung) ini uangnya. Lain kali kau tangkap yang ukuran jumbo, jangan
yang mungil-mungil kau tangkap. (sambil
memberikan uang ke pada Sukab) Ini kepalanya bawa saja pulang (memotong kepala anjing tersebut).
Sukab :
Ia, terima kasih! (sambil mengambil uang
dan kepala anjing, lalu berjalan meninggalkan warung).
Di pinggir kali,
gubug rumah Sukab.
Anak sukab 2 : Hore….!!!
bapak sudah pulang.
Anak sukab 1 : Bapak
pulang bawa apa? (sambil memegang tangan
Sukab).
Sukab :
Iya bapak pulang! Tu bapak bawakan kepala anjing buat makan kita (memberikan bungkusan plastik kepada
istrinya).
Istri Sukab :
Kau sudah pulang. Bagaimana malam ini kau dapat banyak? (sambil melihat bungkusan plastik yang dibawa Sukab).
Anak sukab 2 :
Hore…..!!! kita makan kepala anjing (berteriak
dengan penuh semangat)
Sukab :
Tidak, malam ini aku hanya dapat satu ekor. Anjing-anjing sekarang ini sudah
malas berkeliaran, mungkin saja mereka sedang malas untuk jalan-jalan di kota.
Atau mereka takut dengan keramaian kota, yang belakangan ini semakin ramai oleh
para pedagang makanan pinggir jalan dan para penduduk kota yang hobi keluyuran
tiap malam (sambil menunduk dan memasuki
gubug).
Istri Sukab : Ya sudah lah…. Mungkin hanya ini
rejeki kita, yang bisa kita makan (sambil
membawa bungkusan plastik yang berisi kepala anjing). Aku masak kepala
anjing dulu.
Anak Sukab 1 :
Cepetan Mak….!! Aku sudah lapar.
Istri Sukab :
Iya…..!!! tunggu sebentar.
Besok malamnya di
pinggir kali, gubug kardus rumah Sukab.
Sukab :
Malam ini kau mau ikut aku, berburu?
Istri Sukab :
Iya Mas….!!! (sambil mengangukan kepala).
Sukab :
Ya sudahlah!!! Mari kita berangkat (sambil
berjalan menuntun anaknya).
Istri Sukab :
Ayo….!!! Memangnya malam ini kita mau berburu ke mana? (sambil melihat muka sukab).
Sukab :
Hutan dekat Statsiun Kota (sambil menegok
kanan kiri).
Di hutan dekat
Stasiun Kota.
Anak Sukab 1 : Itu
pak!!! Ada anjing di sana (sambil
menunjuk tangannya).
Sukab :
Iya bapak liat!!! Tunggu sebentar bapak tangkap dulu (berjalan menghampiri dan menangkap buruannya). Ini bapak tangkap,
anjingnya besar dan gemuk sekali (sambil
memasukan buruannya ke dalam karung).
Anak Sukab 2 : Hore
bapak dapat anjing lagi!!! (sambil
bertepuk tangan).
Istri Sukab :
Ya sudah, mari kita jual anjingnya (sambil
berjalan dan menggendong anaknya yang paling kecil).
Sukab : Iya!!!
Ayo kita pergi (sambil berjalan dan
menggendong hasil buruannya).
Anak-anak :
“Wongasu! Wongasu! Awas ada Wongasu!!!” (berteriak
mengejek Sukab dan keluarganya)
Sukab :
Heh…. Diam kau!!! Aku tangkap juga nanti kau. (sambil melotot kepada anak-anak kecil)
Anak-anak : Eh
liat mukanya mirip dengan anjing!!!
Penduduk :
Anak-anak!!! Kalian jangan menggangu orang (sambil
menyuruh anak-anak pergi).
Anak-anak :
Habisnya mukanya mirip sekali dengan anjing. (sambil menunjuk ke arah muka sukab dan keluarganya)
Penduduk :
Masa sih.? (dengan herannya ia menatap
wajah sukab dan keluarganya) Oh ia…. Wajahnya mirip sekali dengan anjing
hihhh……. (berlari ketakutan melihat sukab
dan keluarganya).
Anak-anak :
Awas wongasu marah! “Lariii! Larii!” (sambil
berteriak dan berlari meninggalkan Sukab dan keluarganya).
Istri Sukab :
Mereka menyebut kita “Wongasu” memangnya ia, muka kita mirip dengan anjing? (dengan heranya dan menoleh ke arah muka
Sukab).
Sukab : Coba
sini aku liat!!! (sambil menengok dan
memegang muka ke arah istri dan anaknya).
Istri Sukab : Bagaimana
mirip tidak?
Sukab :
Ia benar!!! Muka kita mirip sekali dengan anjing (sambil meraba-raba mukanya sendiri).
Istri Sukab :
Bgaimana bisa muka kita mirip dengan anjing?
Sukab :
Entahlah!!! Mungkin ini karma, karena aku sering membunuh anjing dan kita
memakan kepala anjing (sambil memeluk
anaknya).
Istri Sukab :
Lihat anak-anak kita juga mukanya mirip dengan anjing (sambil menunjuk ke arah muka anak-anaknya).
Sukab :
Wa…Wa…Wa…. Waduh!!!(terkesima melihat
wajah anak-anaknya) mengapa semuanya menjadi seperti ini?
Istri Sukab :
Aku tidak tahu. Lalu sekarang bagaimana?
Sukab :
Ya sudah kamu pulang saja. Biar aku saja yang menujal anjing tangkapan kita ini
(sambil menggendong karung).
Istri Sukab :
Baiklah….!!! Kau hati-hati ya (sambil
menuntun anaknya pergi meningalkan Sukab).
Di warung tempat
sukab menjual hasil buruannya.
Sukab :
Ini anjing yang kau pesan!!! (sambil
menjatuhkan karung di depan warung).
Pemilik warung : Bagaimana,
besar tidak? (berjalan keluar menghampiri
Sukab).
Sukab :
Iya besar sekali. Butuh 20 orang untuk menghabiskan daging anjing ini (sambil membuka karung).
Pemilik warung : Masa
iya….!!! Harus sebanyak itu untuk menghabiskan daging anjing ini (sambil tersenyum). Weitt…. Muka kau
kenapa? Ko mirip sekali dengan anjing yang kau tangkap (melihat wajaah Sukab).
Sukab :
Sudah tidak apa-apa. Cepat kau berikan saja uangnya (sambil melotot kepada pemilik warung).
Pemilik warung :
Iiiii…. Iya…. Ini uangnya (dengan tangan
gemetar memberikan uang kepada Sukab).
Sukab :
Terimakasih….. (sambil menunduk dan
mengambil uang berjalan meninggalkan warung).
Di gubug tempat keluarga
Sukab tinggal terjadi keributan, karena para penduduk merasa resah dengan sepak
terjang sukab dan wajah keluarga Sukab yang tiba tiba berubah menjadi seperti
anjing. Mereka melaporkannya kepada petugas kemananan.
Penduduk 2 :
Sukab dan keluarganya kita usir saja dari kampung kita (sambil berteriak).
Penduduk 1 :
Jangan begitu mereka juga manusia, sama seperti kita (memegang pundak penduduk 2, mencoba mendinginkan situasi).
Penduduk 2 :
Biarkan saja. Orang seperti mereka jangan dikasihani. Aku sudah menyuruh
keaamanan datang kemari, mereka akan membereskan Sukab dan keluarganya.
Penduduk 1 : Apa….
Kau sudah melaporkan ke aparat keamanan!!! Sungguh terlalu kau ini. Bukankah
masalah ini bisa kita selesaikan baik-baik (
dengan nada membentak sambil mengelus-elus dadanya).
Penduduk 2 : Kau
diam sajalah, jangan ikut campur. Dari pada mereka menakuti warga kampong kita,
lebih baik kita usir mereka. Sebaiknya kau pulang saja, kaukan sudah tua
mendingan kau banyak-banyak berdoa sebentar lagi kau akan mati. Itu dia
keamanan sudah datang (sambil menunjuk ke
arah mobil yang datang).
Trantib :
Mana tempatnya yang orang yang menggangu ketentraman umum itu? (dengan wajah yang sangar)
Penduduk 2 : Itu
dia gubugnya. Angkut saja mereka.!!! (sambil
menunjukan gubug tempat keluarga sukab tinggal).
Istri Sukab :
Jangan pak, kami tidak salah apa-apa. Jangan bawa kami (sambil meronta-ronta dan bergelimpangan di tanah).
Anak Sukab :
Tolong….. Tolong…… (sambil berteriak dan
menangis).
Trantib :
Sudah diam saja kau. Ikuti saja perintah saya (tanpa belas kasihan menyeret wanita dan anak-anaknya). Dari pada
kau hidup di sini mengganggu ketrentaman umum, lebih baik kau hidup di
penampungan. Di sana kau akan banyak teman (terus
berjalan meyeternya ke mobil anngkutan.
Istri Sukab :
Tolong pak, jangan bawa kami!!! (sambil
memohon dan menagis).
Trantib :
Sudah diam kau….!!! (sambil berteriak dan
mobilnya pun pergi).
Di kolong
jembatan, ketika sukab di tengah perjalanan pulang ke gubugnya.
Penduduk 1 :
“Heyyy…. Wongasu! Mereka mengangkut keluargamu!”
Sukab : “Siapa?
Kemana?” (sambil berteriak)
Penduduk 1 :
Petugas keamanan. Entahlah kau tanyakan saja sana!
Sukab :
Ahhhhhhhh….. (sambil bertiak dan
berlari).
Anak-anak :
“Awas! Wongasu lewat! Wongasu lewat!” Heran! Kenapa kepalanya bisa berubah
menjadi kepala anjing? (sambil berbisik)
Penduduk 2 :
Itulah karmapala seorang pembunuh anjing.
Dikantor polisi Sukab
bertanya apakah mereka tahu akan adanya pengerangkengan tiada semena-mena
sebuah keluarga di tepi kali.
Polisi :
Ada apa kau tergesa-gesa kemari? (sambil
duduk manis membaca Koran)
Sukab :
Apakah kau tahu keluarga di kerangkeng di tepi kali, di bawa kemana? (dengan nafas terengah-engah).
Polisi : Oh, itu. Bukan polisis yang
mengangkut, tapi petugas trantib (tetap
saja membaca Koran).
Sukab :
Bagaimana kau ini. Kau kan penegak hukum, masa kau tidak tahu dan tidak peduli
pada orang miskin. Dasar kau tidak punya rasa manusiawi (sambil berteriak dan memukul meja).
Polisi :
Apa? Tidak manusiawi? Apa kau pikr makhluk seperti mereka manusia (sambil membentak).
Sukab :
Mereka juga manusia, sama seperti bapak!
Polisi :
Tidak!!! Saya tidak sudi disamakan dengan mereka! Mereka itu lain! Kau juga
bukan manusia. Mana ada manusia yang mukannya muka anjing seperti kau. Lagi pula,
kau bisa bayar berapa? (sambil menunjuk
muka Sukab).
Sukab :
Dasar kau manuisa hina! Lebih hina dari pada aku! (sambil berlari meninggalkan kantor polisi).
Sukab berjalan di
kaki lima, tak tahu harus kemana mencari keluarganya.
Sukab :
Aaaaaaaaaaaaarrrgh……. (berteriak
sekencang-kencangnya dan mengamuk mengacak-acak semua yang ada dihadapannya).
Penduduk 2 :
Awas!!! Liat Wongasu sedang mengamuk! Ayo kita tangkap (sambil membawa tongkat dan memukuli Sukab).
Trantib :
Cepat hajar dia!!! (tanpa ampun memukuli
Sukab)
Polisi :
Sudah cukup!!! Dia sudah tidak berdaya. Cepat bawa dia ke penampungan (memisahkan orang yang memukuli Sukab dan
membawanya ke mobil).
Sukab :
Tolong….. Tolong…… Kembalikan anak dan istriku (tergelepak tak berdaya).
2003. Cerpen Pilihan Kompas “Waktu Nayla”. Jakarta : Buku Kompas.