Penerapan
Metode Ekstemporan Dalam Peningkatan Keterampilan Berbicara pada Siswa Kelas IX
SLTP
Negeri 1 Ciomas Kabupaten Serang
Tuga Mata Kuliah Penulisan Karya Ilmiah
oleh
Adis Rahmat S
1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk waktu serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI No.
20, Tahun 2003). Berdasarkan fungsi pendidikan nasional, peran guru menjadi
kunci keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah selain
bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kondusif
yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas dengan
baik sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
Belajar
berbahasa berbeda dengan memelajari ilmu bahasa. Memelajari bahasa sebagai objek
ilmu bertujuan untuk memeroleh pengetahuan teoretis menegenai bahasa. Belajar
berbahasa adalah belajar menggunakan bahasa. Belajar bahasa pada hakikatnya
adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pemelajaran bahasa diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan pelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun
tulisan (Depdikbud, 1995).
Salah
satu tujuan yang ingin dicapai dalam pengajaran bahasa di SLTP, sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) 2006. Yakni, fokus pembelajaran berbicara di
sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yaitu standar kompetensi bahan kajian bahasa
Indonesia pada aspek berbicara adalah meningkatkan kemampuan siswa untuk
berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baik secara lisan maupun tertulis.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidik harus mampu memilih dan menggunakan
metode mengajar secara tepat dan efektif dengan mendasarkan pada pendekatan
komunikatif. Penggunaan metode pengajaran oleh guru untuk menumbuhkan
rangsangan bagi anak didik agar dapat menyampaikan pesan, gagasan, dan
pengalaman yang menitikberatkan pada keaktifan anak didik harus lebih kreatif.
Di sini guru harus berperan aktif sebagai seorang motivator.
Pendekatan
komunikatif yang dipakai dalam pengajaran, khususnya untuk meningkatkan
kemampuan berbicara tidak menekankan suatu metode, tetapi mencoba mengungkapkan
kebenaraan jalan pikiran mengenai apa sebenarnya “komunikasi” itu. Hingga saat
ini belum pasti metode mana yang paling efektif dalam mengajar keterampilan
berbicara kepada siswa.
Memiliki
keterampilan berpidato bagi para siswa bukanlah hal yang mudah, mengingat bahwa
etika berpidato tidak hanya memerhatikan apa yang akan dibicarakan, tetapi juga
bagaimana mengemukakan pendapatnya. Komunikasi antara pembicara dan pendengar
tidak akan berhasil apabila pendengar tidak mengerti maksud pembicara. Kemampuan berpidato bukanlah
kemampuan yang diwariskan secara turun temurun, walaupun secara alamiah manusia
bisa berbicara.
Upaya
guru untuk menjebatani kesulitan yang dialami siswa, guru tidak hanya sekedar
menyampaikan informasi (massage),
tetapi harus mampu menekankan pada penciptaan kondisi siswa lebih aktif untuk
mengembangkan ide-ide atau argumennya. Upaya yang dapat dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan, dan jawabannya berupa penjelasan atau uraian tentang
pendapat. Dengan demikian terbukanya peluang siswa untuk menggembangkan gagasan
atau argumentasinya yang diungkapkan secara lisan.
Berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyampaikan gagasan, dan pengalaman. Sebagai perluasan dari batasan ini dapat
dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda yang dapat didengar
(audibel) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah alat dan
jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide
yang dikombinasikan (Tarigan 1981: 15). Keterampilan berbicara siswa tidak
terlepas dari penguasaan terhadap keterampilan berbahsa yaitu menyimak,
menulis, dan membaca. Dalam hubungannya dengan menyimak, keterampilan berbicara
seseorang dapat diketahui dari hasil keterampilan menyimak. Untuk mengungkapkan
kembali secara sistematis, anak didik harus mendasarkan pada catatan-catatan
penting sebagai pengingat. Keterampilan berbicara yang baik menunjukan bahwa ia
memiliki keterampilan menyimak yang baik pula.
Dalam
proses belajar mangajar guru harus memberikan kesempatan pada anak didik untuk
mengembangkan sendiri pesan, gagasan dan pengalamannya. Dalam hal ini unsur
kebahasaan yang berupa unsur segmental dan supra segmental seperti penguasaan
kosakata, konjungsi, tata kalimat, pengembangan paragraf, intonasi, penekanan,
dan nada menjadi unsur sangat penting bagi anak didik dalam mengembangkan
keterampilan berbicara.
Pada
kenyataannya setiap sekolah mengalami problematika yang sama yaitu
ketidakmampuan anak didik dalam berbicara secara sistematis. Kegagalan ini
timbul karena rendahnya penguasaan kosakata, kesulitan dalam menyusun kalimat
yang baik, dan ketidak mampuan mengembangkan gagasan. Disisi lain kebiasaan
menggunakan bahsa ibu (bahasa Sunda) dalam berkomunikasi baik di lingkungan
pendidikan maupun masyarakat memiliki pengaruh terhadap keterampilan berbicara
siswa. Padahal kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi
merupakan sarana latihan berbicara dalam menyampaikan pesan, gagasan, dan
pengalaman.
Faktor
lain yang berpengaruh dalam kemampuan berbicara siswa antara lain banyaknya
guru mata pelajaran yang lain dalam berkomunikasi sering menggunakan bahasa
sunda, selain itu gaya mengajar guru yang cenderung kurang bervariasi, latihan
yang diberikan kepada siswa kurang bermakna, umpan balik serta korelasi dari
guru jarang diterapkan, dan seringnya pemakaian metode ceramah serta pemberian tugas mengunakan buku LKS (lembar kerja siswa) hanya
mengasilkan penguasaan pengetahuan, tidak pada pengembangan keterampilan
berbicara. Oleh karena itu kebanyakan siswa menganggap kemampuan
berbicara merupakan suatu hal yang biasa, bahkan kurang penting sebab nilai
yang diperoleh pada mata pelajaran bahasa Indonesia secara umum tidak diambil
dari kemampuan berbicara siswa.
Ketidak
mampuan siswa dalam berbicara perlu segera diupayakan langkah yang kongkrit
untuk menangulangi permasalahan tersebut agar siswa memiliki kemampuan
berbicara yang baik dan sisteamtis, oleh sebab itulah diperlukan latihan yang
rutin agar dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Untuk itu, dalam
kesempatan ini peneliti akan melakukan penelitian mengenai penerapan metode
ekstemporan dalam meningkatan
keterampilan berbicara pada siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas Kabupaten
Serang.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang dapat
dibahas dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah kemampuan berbicara siswa kelas IX SLTP Negeri
1 Ciomas ?
2.
Apakah siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas dapat berpidato
dengan baik ?
3.
Apa sajakah kendala siswa dapam berpidato ?
4.
Bagaimanakah motivasi siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas
dalam pembelajaran berbicara khususnya berpidato ?
5.
Apakah metode ekstemporan dapat meningkatkan keterampilan
berbicara siswa di kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas ?
6.
Bagaimanakah peranan metode ekstemporan dalam peningkatan
keterampilan berbicara siswa ?
3. Batasan dan Rumusan Masalah
a. Batasan Masalah
Berdasarkan
luasnya permasalahan, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi penelitianya
pada penerapan metode ekstemporan dalam meningkatan kemampuan berbicara pada
siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah
disebutkan di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah kesulitan siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas dalam
pembelajaran berpidato?
2.
Bagaimanakah penerapan metode ekstemporan dalam
meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas?
3.
Bagaimanakah perubahan tingkah laku yang ditunjukan siswa
dalam keterampilan berbicara dengan menggunakan metode ekstemporan?
4. Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan di atas, tujuan yang akan di capai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk megidentifikasi
kesulitan-kesulitan pembelajaran pidato yang dialami siswa kelas IX SLTP
Negeri 1 Ciomas.
2.
Untuk mendeskripsikan tentang efektivitas metode
ekstemporan dalam meningkatkan keterampilan berbicara
pada siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas.
3.
Untuk mengetahui perubahan tingkah laku yang ditunjukan
siswa setelah diterapkan metode ekstemporan.
5. Anggapan Dasar dan Hipotesis
a. Anggapan Dasar
Anggapan
dasar merupkan titik tolak pemikiran yang berguna sebagai dasar untuk melakukan
penelitian atau penyelidikan. Penelitian mempunyai pegangan untuk peneliti yang
merupakan titik tolak yang kebenarannya diterima oleh penyelidik (Arikunto,
1991 :66). Anggapan dasar yang peneliti kemukakan adalah :
1.
Berbicara sering diistilahkan dengan kemampuan komunikatif
yaitu pengetahuan mengenai bentuk-bentuk bahasa dan makna bentuk itu, dan
kemampuan menggunakannya bilamana dan kepada siapa untuk memakai bentuk-bentuk
tersebut secara wajar (Utari 1993: 172).
2.
Berbicara adalah adalah mengungkapkan kalimat-kalimat untuk
menerima dan mematuhi pikiran, informasi, gagasan atau pesan yang disampaikan
(Arsyad 1998: 53).
3.
Berbicara oleh sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang
biasa karena didasarkan pada suatu anggapan bahwa secara alamiah setiap orang
pasti memiliki kemampuan berbicara namun, berbicara secara teratur dan
sistematis dalam menyampaikan suatu pesan, gagasan, dan pengalaman memerlukan
kemampuan khusus yang harus dipelajari.
4.
Kemampuan berkomunikasi secara lisan dapat dilakukan dalam
bentuk berbicara didepan kelas dengan metode ekstemporan.
5.
Metode ekstemporan merupakan suatu alat bantu dalam
meningkatkan kemampuan berbicara siswa, karena kegiatan berpidato sudah tidak
asing lagi di telinga serta kegiatan ini sangat dekat dengan keseharian siswa.
6.
Penggunaan metode ekstemporan dapat meningkatkan kemampuan
berbicara siswa yakni dengan menumbuhkan kemampuan siswa dalam mengembangkan ide
dan gagasan pada saat berbicara, serta sekaligus dapat menuntut siswa untuk
dapat memilih dan menggunakan kata-kata secara cermat dan tepat dalam berbicara.
b. Hipotesis Penelitian
Hipotesis
berasal dari kata “hypo” yang artinya
“di bawah” dan “thesa” yang berarti
“kebenaran”. Hipotesis dapat diartikan sebgagi jawaban sementara dalam masalah
penelitian sampai dapat dibuktikan kebenarannya oleh kumpulan-kumpulan data
(Suharsimi, (2006, 2006 :71). Jadi, hipotesis yang dimiliki dalam penelitian
ini ialah sebagai berikut :
1.
Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada
perbedaan yang signifikan antara hasil pemelajaran berbicara dengan metode
ekstemporan dibandingkan pemelajaran berbicara dengan metode-metode pidato
lainya, karena siswa mampu menerapkan asepek kebahasaan dan nonkebahasaan
dengan baik dalam berpidato.
2.
Hipotesis Nol (Ho)
Tidak
ada perbedaan yang signifikan antara hasil pemelajaran berbicara dengan metode
ekstemporan dibandingkan pemelajaran berbicara dengan metode-metode berpidato
lainya.
6. Kerangka Teori
A. Hakikat Berbicara
Berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyampaikan gagasan, dan pengalaman. Sebagai perluasan dari
batasan ini dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda yang dapat
didengar (audibel) dan yang kelihatan
(visible) yang memanfaatkan sejumlah
alat dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan ide-ide
yang dikombinasikan (Tarigan 1981:15).
Adapun
menurut Arsyad (1988: 53) bahwa berbicara adalah mengungkapkan kalimat untuk
menerima dan mematuhi pikiran, informasi, gagasan atau pesan yang
disampaikannya.
Menurut
Keraf (2001: 2) bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan
bunyi ujaran yang bersifat arbiter, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik
badaniah yang nyata.
Dalam
tataran berbicara, seseorang yang berbicara berusaha melalui kemampuan
kebahasaan dan nonkebahasaan dalam menyampaikan pesan informasi dapat dengan
mudah diterima oleh lawan bicara. Interaksi antara pembaca dan pendengar dapat
terjadi secara langsung dan tidak langsung hanya terjadi satu arah. Pembicara
hanya mengharapkan pendengar memahami dan menangkap makna informasi yang
disampaikan.
B.
Tujuan Berbicara
Secara umum tujuan utama berbicara
yaitu berkomunikasi. Menurut Keraf (2001: 320) tujuan yang akan dicapai dari
berbicara seseorang yaitu : (1) Memberikan dorongan, yakni tujuan berbicara
yang bersifat mendorong dimaksudkan pembicara memberikan semangat,
membangkitkan gairah atau menekankan perasaan yang kurang baik serta menunjukan
rasa hormat dan pengabdian. (2) Menanamkan keyakinan, tujuan berbicara yang
berusaha untuk mempengaruhi keyakinan atau sikap maental atau intelektual para
pendengar merupakan tujuan berbicara yang betrsifat meyakinkan atau
memengaruhi. (3) Bertindak atau berbuat, tujuan berbicara ini adalah munculnya
reaksi dari pendengar untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan. (4)
Menginformasikan atau memberitahukan, yakni berbicara dengan maksud
menyampaikan sesuatu agar pendengar mengerti tenteng suatu hal, untuk
memperluas bidang pengetahuan yang belum pernah diketahui. (5) Memberi
kesenangan atau menggembirakan, yakni berbicara pada tingktan ini tidak
membutuhkan beban psikologi yang berat.
C. Konsep Dasar Berbicara
Pengajaran
berbicara di sekolah harus dilandaskan pada konsep dasar berbicara sebagai
sarana komunikasi. Menurut Tarigan (1985: 4-9) mengungkapkan bahwa konsep dasar berbicara yang mencakup tiga hal, yaitu : (1) Berbicara dan menyimak adalah kegiatan resiprokal, (2) Berbicara adalah proses individu
berkomunikasi, (3) Berbicara adalah ekspresi yang kreatif.
D. Fungsi Bahasa dalam Komunikasi
Menurut
Keraf (2001: 3) fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan
bahasa itu sendiri. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya
dapat berupa : untuk menyatakan ekspresi diri, sebagai alat komunikasi, sebagai
alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan sebagai alat untuk
mengadakan kontrol.
E. Kendala Berbicara
Kendala
berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan yang
dipengaruhi rasa cemas, khawatir, takut, dan gelisah (Tarigan, 1985 : 30).
Gejala yang dialami sebagai akibat kendala berbicara antara lain detak jantung
yang cepat, telapak tangan atau punggung berkeringat, nafas yang
terengah-engah, mulut kering dan sukar menelan, ketegangan otot dada, tangan,
leher dan kakai, tangan kakai gemetar, suara bergetar dan parau, berbicara
cepat dan tidak jelas, dan lupa. Dari
gejala tersebut, ada beberapa penyebab seseorang mengalami kendala berbicara
yakni :
1)
Tidak tahu apa yang harus
dilakukan, pembicara tidak tahu darimana harus memulai berbicara.
2)
Orang mengalami kesulitan berbicara karena ia tahu akan
dinilai.
3)
Pembicara menghadapi situasi yang sama sekali asing.
Lingkungan yang asing dapat mengakibatkan kegagalan dalam berbicara.
F. Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara
1. Faktor
Kebahasaan
Faktor
yang dinilai yang menyangkut aspek kebahasaan meliputi kemampuan vokal, nada,
pilihan kata (diksi), dan struktur kalimat.
a. Vokal, yang jelas
dan mantap memberikan kemudahan bagi lawan bicara untuk menangkap gagasan yang
disampaikan.
b. Nada, dan tekanan
yang tepat yang diucapkan pada kata-kata tertentu mampu menimbulkan pengertian
yang jelas.
c. Pilihan Kata
(diksi), hendaknya disesuaikan dengan tingkat pemahaman pendengar.
d. Struktur Kalimat,
harus mudah dipahami, pemakaian kalimat efektif dengan menghindari kalimat
ambigu atau kalimat yang memiliki penafsiran ganda yang akan semakin
memperjelas pemahaman.
2. Faktor Nonkebahasaan
Aspek nonkebahasaan yang dinilai
meliputi keberanian tampil, kenyaringan suara, kelancaran berbicara, dan mimik
atau perubahan raaut muka.
G. Pengertian Pidato
Menurut Lukman (1993:766) dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, istilah pidato berarti mengungkapkan pikiran yang dibentuk dalam
kata-kata dan ditunjukan kepada orang banyak, atau wacana yang disiapkan untuk
diucapkan di depan khalayak.
Pidato merupakan alat penyampaian gagasan dan pokok-pokok
pikiran kepada orang lain, gagasan dan pokok-pokok pikiran tersebut disampaikan
dengan menggunakan bahasa resmi dan formal (Suhendar dan Pien 1992 : 102).
Pidato merupakan suatu keterampilan berbicara seseorang
dengan baik yang mampu meyakinkan pendengarnya untuk menerima dan mematuhi
pikiran, informasi, gagasan atau pesan yang disampaikannya (Arsjad dan Mukti
1988 : 53).
Dari penjelasan para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
pidato adalah salah satu keterampilan berbicara yang mengungkapkan pikiran atau
gagasan, informasi, dan pesan kepada
orang lain menggunakan bahasa resmi dengan maksud untuk meyakinkan pendengarnya
agar menerima dan mematuhi gagasan tersebut.
H. Lankah-Langkah Berpidato
Tujuh langkah dalam
persiapan berpidato, yaitu :
1)
Menentukan maksud dan tujuan, yakni maksud dan tujuan umum
yang diinginkan dari berpidato adalah mendorong, meyakinkan, berbuat atau
bertindak, dan memberitahukan.
2)
Menganalisis pendengar dan situasi, dimaksudkan untuk
menentukan pilihan kata yang tepat (diksi), gaya penyampaian, tingkat kedalaman
materi, dan teknik pengembangan.
3)
Memilih dan menyempitkan topik, topik yang akan disampaikan
haruslah dikuasai pembicara dan pendengar, menarik perhatian pendengar dan
pembicara, persoalan tidak melampaui daya tangkap pendengar, persoalan
disesuaikan dengan waktu yang disediakan, dan persoalan tidak terlalu mudah.
4)
Mengumpulkan bahan, bahan pembicaraan diperoleh dengan cara
membaca, wawancara, observasi, atau pengalaman.
5)
Membuat kerangka uraian, kerangka uraian hanya memuat
hal-hal poko saja yang dijadikan alat bantu dalam berpidato.
6)
Menguraikan secara mendetail, kerangka lengkap dimaksudkan
tidak untuk dibaca saat berpidato tetapi sebagai gambaran pengembangan gagasan
dan pilihan kata atau kalimat.
7)
Melakukan latihan dengan nyaring, pembaca melakukan latihan
kejelasan vokal atau suara, penjedaan, intonasi, tempo dan penampilan.
I. Metode Pengajaran Keterampilan Berpidato
Menurut Keraf (2001:316) metode
pengajaran keterampilan berbicara dapat dilakukan dengan metode, antara lain :
1.
Metode naskah
Metide ini memiliki keunggulan yakni, penyajian
materi disampaikan secara sistematis, rinci dan mendalam.
2.
Metode hafalan
Pembicara sebelum menyampaikan gagasan melalui pidatonya harus menghafal
keseluruhan isi naskah yang telah dibuat sebelumya, kemampuan pembicara dalam
mengingat isi pidato menjadi faktor yang paling menentukan tingkat kesuksesan
dalam berbicara.
3. Metode impromtu
Yaitu metode pidato atau berbicara berdasarkan kebutuhan sesaat. Pembicara
secara mendadak menyampaikan ide, gagasan dan pengalamannya dihadapan pendengar
tanpa melakukan persiapan terlebih dahulu. Pembicara secara serta merta
berbicara berdasarkan pengetahuan kemahirannya.
4. Metode Ekstemporan
Metode ekstemporan ini dalam pelaksanaannya mendasarkan pada
catatan-catatan penting yang dipakai sebagai alat bantu dalam berbicara. Metode
ekstemporan memberikan fleksibilitas dan variasi dalam memilih diksi untuk
mengembangkan gagasan. Pelaksanaan ceramah menggunakan metode ekstemporan,
hendaknya :
1) Siswa tidak perlu
merasa takut dan canggung dalam berpidato atau berbicara di depan kelas.
2) Gagasan dapat
dikembangkan secara luas dan sistematis.
3) Penggunaan diksi
dan kalimat secara benar dalam mengembangkan gagasan.
4) Mudah melakukan
penguasaan situasi yang terjadi karena sifatnya yang fleksibel.
Kelebihan metode
ekstemporan untuk meningkatkan keterampilan berbicara :
1) Metode ekstemporan
direncanakan dengan cermat dengan catatan penting,
yang sekaligus menjadi urutan bagi uraian itu.
2) Membantu pembicara
untuk mengingat catatan-catatan penting agar tidak lupa.
3) Model ini lebih
banyak memberikan fleksibilitas dan variasi dalam memilih diksinya.
4) Pembicara dapat
merubah nada pembicaranya sesuai dengan reaksi-reaksi yang timbul pada para
hadirin sementara uraian itu berlangsung.
7. Metode dan Teknik Penelitian
7.1 Metode Penelitian
Menurut
Surakhmad (1994 :139) menyatakan bahwa penyelidikan deskriptif tertuju pada
pemecahan masalah yang ada pada saat sekarnang. Adapun tahapan metode ini
adalah mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasi, menganalisis dan
menginterpretasikan data. Dalam pemeroleh data, peneliti menggunakan metode
deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis
fakta/karakteristik populasi atau bidang tertentu secara aktual dan cermat.
Metode deskriftif bukan hanya menjabarkan, melainkan juga menganalisis.
Metode deskriptif,
melalui pendekatan kualitatif yang berupa nilai-nilai dari aspek kebahasaan dan
nonkebahasaan. Sedangkan pendekatam kuantitatif hanya berupa rekapitulasi
dengan metode ekstemporan.
7.2 Teknik Penelitian
7.2.1 Teknik Pengumpulan Data
Data
yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa hasil pengamatan langsung,
wawancara, observasi dan catatan lapangan. Adapun rincian data tersebut adalah
data perencanaan berupa persiapan guru mengajar, data pelaksanaan berupa
praktik berpidato menggunakan metode ekstemporan, dan data sebelum dan sesudah
melaksanakan pembelajaran berpidato.
Untuk memeroleh data yang valid dalam penelitian ini
menggunakan dua instrumen pengumpulan data yaitu bentuk tes dan nontes.
1. Tes
Tes,
digunakan untuk memeroleh hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran.
Semua bentuk penerimaan yang berbentuk data yang dilakukan dengan cara merekam
kejadian, menghitung, mengukur dan mencatatnya adalah salah satu usaha dalam
teknik mengumpulkan data. Dalam hal ini peneliti menentukan teknik
setepat-tepatnya untuk memeroleh data yang akurat, kemudian disusul dengan cara
menyusun alat bantunya berupa instrument.
Menyusun
instrument adalah pekerjaan yang penting dalam langkah penelitian, akan tetapi
pengumpulan data jauh lebih penting. Dalam pemerolehannya data yang valid jika
tidak didukng oleh instrument yang dapat dipercaya. Maka dari itu pembuatan
instrument harus ditangani dengan serius agar diperoleh hasil yang disesuaikan
dengan kegunaannya yaitu pengumpulan variable yang tepat. Jadi instrument
penelitian merupakan alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran, dalam hal
ini alat untuk mengumpulkan data pada saat penelitian.
Adapun
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebgai berikut :
1)
Teknik Studi Pustaka
Studi pustaka digunakan untuk mencari
dan mengkaji dasar-dasar teoritis, yang erat kaitannya dengan masalah yang
diteliti dan untuk memeroleh informasi yang berguna bagi landasan teoritis
bahan rujukan penelitian.
2)
Teknik Tes Lisan
Tes lisan dilakukan untuk memeroleh
dan mengumpulkan data tentang pembelajaran berbicara melalui berpidato dengan
menggunakan metode ekstemporan di kelas.
2.
Bentuk nontes
Alat
pengumpulan data dengan bentuk nontes dipakai untuk memeroleh data, yaitu :
a.
Observasi
Observasi
adalah suatu cara mengadakan evalusasi dengan jalan pengamatan untuk mengukur
tingkah laku individu atau pun terjadinya kegiatan baik dalam situasi
sebenarnya maupun buatan, yang tujuannya ialah menilai hasil dari proses
belajar mengajar.
Dengan
adanya observasi langsung ke sekolah maka peneliti mendapatkan informasi yang
dijadikan latar belakang pada penelitian ini. Selain itu peneliti dapat melihat
secara nyata struktur dari sekolah yang akan dilakukan penelitian dengan tujuan
agar dalam menyusun penelitian ini hasil yang didapat memang benar-benar aktual
dan dapat dipercaya oleh para pembaca.
b.
Wawancara
Teknik
wawancara atau interview dilakukan untuk menemukan minat siswa terhadap
pelajaran bahasa Indonesia dan mencatat sejumlah kesulitan yang dihadapi. Wawancara
dilakukan pada siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas menggunakan wawancara
berstruktur dengan mempersiapkan sejumlah daftar pertanyaan. Pada saat
wawancara, peneliti akan menulis deskripsi jawaban yang diberikan siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis
data dengan rumus
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu dengan rumus :
P = F x 100 %
N
Keterangan :
F : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : Jumlah frekuensi / banyaknya individu
P : Angka persentase
7.2.2 Teknik Analisis Data
Agar diperoleh kesimpulan atas penelitian yang dilakukan
dan menghasilkan data yang akurat perlu dilaksanakan analisis data.
Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diolah secara
kuantitatif yang berupa rekapitulasi kemampuan berbicara dengan metode
ekstemporan pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Data yang diolah secara
kualitatif yang berupa nilai-nilai aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Data-data
yang terkumpul dari siklus I, siklus II dan siklus III dipersentasekan. Dengan
demikian akan diperoleh persentase peningkatan keterampilan berbicara dengan
metode ekstemporan. Jika hasil persentase yang diperoleh siswa lebih tinggi,
berarti keterampilan berbicara dengan metode ekstemporan meningkat dan
sebaliknya.
8. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi
yang dimiliki peneliti dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SLTP
Negeri 1 Ciomas yang berjumlah 160 orang dalam 4 kelas.
2.
Sampel
Sample dalam penelitian ini diambil
sebanyak dua kelas. Kelas IX.1 dengan jumlah siswa 40 orang ditentukan sebagai
kelas eksperimen dan kelas IX.2 dengan jumlah 42 orang ditentukan sebagai kelas
control. Dengan asumsi bahwa baik kelas eksperimen dan kelas control memiliki
karakter yang sama. Teknik yang di ambil dalam penelitian ini adalah teknik
acak (random sampling), dengan alasan
untuk menghindari pengambilan sampel yang subjektif.
9. Jadwal Penelitiana
Penelitian ini akan
dilakukan di SLTP Negeri 1 Ciomas kelas IX.1 dan IX.2 Kabupaten Serang.
Adapun
pelaksanaannya pada semester 5, dengan jumlah siswa 40 orang 19 putra dan 21
putri, yang dilaksanakan selama 10 minggu yakni mulai pada tanggal 26 Juli 2011
– 27 September 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Lukman. 1993. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Aqib, Zainal. 2008. Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Bandung : Yrama Widya.
Arikunto,
Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Arsjad, MG dan Mukti. Pembinaan
Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Keraf,
Gorys. 2001. Komposisi Sebuah Pengantar
Kemahiran Bahasa. Jakarta : Gramedia.
Keraf, Gorys. 2002. Diksi
dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia.
Nababan-Sri,
Utari Subyanto. 1993. Metodologi
Pengajaran Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Subana. 2007. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia.
Bandung: Pustaka Setia.
Sudjana,
Nana. 2002. Penilaian Hasil-Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung : Remaja.
Syamsuddin, Abin Makmun. 2004. Psikologi Kependidikan. Bandung : Rosdakarya.
Tarigan,
HG. 1985. Berbicara Sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
Tarigan, HG. 1986. Menyimak
Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
Tirtarahardja,
Umar. S.L. La Sulo. 2005. Pengantar
Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
No comments:
Post a Comment