Friday, May 10, 2013

proposal penelitian


Penerapan Metode Ekstemporan Dalam Peningkatan Keterampilan Berbicara pada Siswa Kelas IX
SLTP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Serang

Tuga Mata Kuliah Penulisan Karya Ilmiah
oleh 
Adis Rahmat S

1.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk waktu serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI No. 20, Tahun 2003). Berdasarkan fungsi pendidikan nasional, peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
Belajar berbahasa berbeda dengan memelajari ilmu bahasa. Memelajari bahasa sebagai objek ilmu bertujuan untuk memeroleh pengetahuan teoretis menegenai bahasa. Belajar berbahasa adalah belajar menggunakan bahasa. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pemelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan (Depdikbud, 1995).  
Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pengajaran bahasa di SLTP, sesuai  dengan tujuan yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) 2006. Yakni, fokus pembelajaran berbicara di sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yaitu  standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia pada aspek berbicara adalah meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baik secara lisan maupun tertulis. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidik harus mampu memilih dan menggunakan metode mengajar secara tepat dan efektif dengan mendasarkan pada pendekatan komunikatif. Penggunaan metode pengajaran oleh guru untuk menumbuhkan rangsangan bagi anak didik agar dapat menyampaikan pesan, gagasan, dan pengalaman yang menitikberatkan pada keaktifan anak didik harus lebih kreatif. Di sini guru harus berperan aktif sebagai seorang motivator.
Pendekatan komunikatif yang dipakai dalam pengajaran, khususnya untuk meningkatkan kemampuan berbicara tidak menekankan suatu metode, tetapi mencoba mengungkapkan kebenaraan jalan pikiran mengenai apa sebenarnya “komunikasi” itu. Hingga saat ini belum pasti metode mana yang paling efektif dalam mengajar keterampilan berbicara kepada siswa.
Memiliki keterampilan berpidato bagi para siswa bukanlah hal yang mudah, mengingat bahwa etika berpidato tidak hanya memerhatikan apa yang akan dibicarakan, tetapi juga bagaimana mengemukakan pendapatnya. Komunikasi antara pembicara dan pendengar tidak akan berhasil apabila pendengar tidak mengerti maksud  pembicara. Kemampuan berpidato bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun temurun, walaupun secara alamiah manusia bisa berbicara.
Upaya guru untuk menjebatani kesulitan yang dialami siswa, guru tidak hanya sekedar menyampaikan informasi (massage), tetapi harus mampu menekankan pada penciptaan kondisi siswa lebih aktif untuk mengembangkan ide-ide atau argumennya. Upaya yang dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan, dan jawabannya berupa penjelasan atau uraian tentang pendapat. Dengan demikian terbukanya peluang siswa untuk menggembangkan gagasan atau argumentasinya yang diungkapkan secara lisan.
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyampaikan gagasan, dan pengalaman. Sebagai perluasan dari batasan ini dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda yang dapat didengar (audibel) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah alat dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan (Tarigan 1981: 15). Keterampilan berbicara siswa tidak terlepas dari penguasaan terhadap keterampilan berbahsa yaitu menyimak, menulis, dan membaca. Dalam hubungannya dengan menyimak, keterampilan berbicara seseorang dapat diketahui dari hasil keterampilan menyimak. Untuk mengungkapkan kembali secara sistematis, anak didik harus mendasarkan pada catatan-catatan penting sebagai pengingat. Keterampilan berbicara yang baik menunjukan bahwa ia memiliki keterampilan menyimak yang baik pula.
Dalam proses belajar mangajar guru harus memberikan kesempatan pada anak didik untuk mengembangkan sendiri pesan, gagasan dan pengalamannya. Dalam hal ini unsur kebahasaan yang berupa unsur segmental dan supra segmental seperti penguasaan kosakata, konjungsi, tata kalimat, pengembangan paragraf, intonasi, penekanan, dan nada menjadi unsur sangat penting bagi anak didik dalam mengembangkan keterampilan berbicara.
Pada kenyataannya setiap sekolah mengalami problematika yang sama yaitu ketidakmampuan anak didik dalam berbicara secara sistematis. Kegagalan ini timbul karena rendahnya penguasaan kosakata, kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, dan ketidak mampuan mengembangkan gagasan. Disisi lain kebiasaan menggunakan bahsa ibu (bahasa Sunda) dalam berkomunikasi baik di lingkungan pendidikan maupun masyarakat memiliki pengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa. Padahal kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi merupakan sarana latihan berbicara dalam menyampaikan pesan, gagasan, dan pengalaman.
Faktor lain yang berpengaruh dalam kemampuan berbicara siswa antara lain banyaknya guru mata pelajaran yang lain dalam berkomunikasi sering menggunakan bahasa sunda, selain itu gaya mengajar guru yang cenderung kurang bervariasi, latihan yang diberikan kepada siswa kurang bermakna, umpan balik serta korelasi dari guru jarang diterapkan, dan seringnya pemakaian metode ceramah serta pemberian tugas mengunakan buku LKS (lembar kerja siswa) hanya mengasilkan penguasaan pengetahuan, tidak pada pengembangan keterampilan berbicara. Oleh karena itu kebanyakan siswa menganggap kemampuan berbicara merupakan suatu hal yang biasa, bahkan kurang penting sebab nilai yang diperoleh pada mata pelajaran bahasa Indonesia secara umum tidak diambil dari kemampuan berbicara siswa.
Ketidak mampuan siswa dalam berbicara perlu segera diupayakan langkah yang kongkrit untuk menangulangi permasalahan tersebut agar siswa memiliki kemampuan berbicara yang baik dan sisteamtis, oleh sebab itulah diperlukan latihan yang rutin agar dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Untuk itu, dalam kesempatan ini peneliti akan melakukan penelitian mengenai penerapan metode ekstemporan dalam  meningkatan keterampilan berbicara pada siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Serang.
2.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang dapat dibahas dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah kemampuan berbicara siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas ?
2.      Apakah siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas dapat berpidato dengan baik ?
3.      Apa sajakah kendala siswa dapam berpidato ?
4.      Bagaimanakah motivasi siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas dalam pembelajaran berbicara khususnya berpidato ?
5.      Apakah metode ekstemporan dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa di kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas ?
6.      Bagaimanakah peranan metode ekstemporan dalam peningkatan keterampilan berbicara siswa ?
3.      Batasan dan Rumusan Masalah
a.      Batasan Masalah
Berdasarkan luasnya permasalahan, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi penelitianya pada penerapan metode ekstemporan dalam meningkatan kemampuan berbicara pada siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas.
b.      Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah kesulitan siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas dalam pembelajaran berpidato?
2.      Bagaimanakah penerapan metode ekstemporan dalam meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas?
3.      Bagaimanakah perubahan tingkah laku yang ditunjukan siswa dalam keterampilan berbicara dengan menggunakan metode ekstemporan?
4.      Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan di atas, tujuan yang akan di capai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk megidentifikasi kesulitan-kesulitan pembelajaran pidato yang dialami siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas.
2.      Untuk mendeskripsikan tentang efektivitas metode ekstemporan dalam meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas.
3.      Untuk mengetahui perubahan tingkah laku yang ditunjukan siswa setelah diterapkan metode ekstemporan.
5.      Anggapan Dasar dan Hipotesis
a.      Anggapan Dasar
Anggapan dasar merupkan titik tolak pemikiran yang berguna sebagai dasar untuk melakukan penelitian atau penyelidikan. Penelitian mempunyai pegangan untuk peneliti yang merupakan titik tolak yang kebenarannya diterima oleh penyelidik (Arikunto, 1991 :66). Anggapan dasar yang peneliti kemukakan adalah :
1.      Berbicara sering diistilahkan dengan kemampuan komunikatif yaitu pengetahuan mengenai bentuk-bentuk bahasa dan makna bentuk itu, dan kemampuan menggunakannya bilamana dan kepada siapa untuk memakai bentuk-bentuk tersebut secara wajar (Utari 1993: 172).
2.      Berbicara adalah adalah mengungkapkan kalimat-kalimat untuk menerima dan mematuhi pikiran, informasi, gagasan atau pesan yang disampaikan (Arsyad 1998: 53).
3.      Berbicara oleh sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang biasa karena didasarkan pada suatu anggapan bahwa secara alamiah setiap orang pasti memiliki kemampuan berbicara namun, berbicara secara teratur dan sistematis dalam menyampaikan suatu pesan, gagasan, dan pengalaman memerlukan kemampuan khusus yang harus dipelajari.
4.      Kemampuan berkomunikasi secara lisan dapat dilakukan dalam bentuk berbicara didepan kelas dengan metode ekstemporan.
5.      Metode ekstemporan merupakan suatu alat bantu dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa, karena kegiatan berpidato sudah tidak asing lagi di telinga serta kegiatan ini sangat dekat dengan keseharian siswa.
6.      Penggunaan metode ekstemporan dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa yakni dengan menumbuhkan kemampuan siswa dalam mengembangkan ide dan gagasan pada saat berbicara, serta sekaligus dapat menuntut siswa untuk dapat memilih dan menggunakan kata-kata secara cermat dan tepat dalam berbicara.
b.   Hipotesis Penelitian
Hipotesis berasal dari kata “hypo” yang artinya “di bawah” dan “thesa” yang berarti “kebenaran”. Hipotesis dapat diartikan sebgagi jawaban sementara dalam masalah penelitian sampai dapat dibuktikan kebenarannya oleh kumpulan-kumpulan data (Suharsimi, (2006, 2006 :71). Jadi, hipotesis yang dimiliki dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
1.      Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada perbedaan yang signifikan antara hasil pemelajaran berbicara dengan metode ekstemporan dibandingkan pemelajaran berbicara dengan metode-metode pidato lainya, karena siswa mampu menerapkan asepek kebahasaan dan nonkebahasaan dengan baik dalam berpidato.
2.      Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil pemelajaran berbicara dengan metode ekstemporan dibandingkan pemelajaran berbicara dengan metode-metode berpidato lainya.


6.      Kerangka Teori
A.    Hakikat Berbicara
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyampaikan gagasan, dan pengalaman. Sebagai perluasan dari batasan ini dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda yang dapat didengar (audibel) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah alat dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan ide-ide yang dikombinasikan (Tarigan 1981:15).
Adapun menurut Arsyad (1988: 53) bahwa berbicara adalah mengungkapkan kalimat untuk menerima dan mematuhi pikiran, informasi, gagasan atau pesan yang disampaikannya.
Menurut Keraf (2001: 2) bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan bunyi ujaran yang bersifat arbiter, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata.
Dalam tataran berbicara, seseorang yang berbicara berusaha melalui kemampuan kebahasaan dan nonkebahasaan dalam menyampaikan pesan informasi dapat dengan mudah diterima oleh lawan bicara. Interaksi antara pembaca dan pendengar dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung hanya terjadi satu arah. Pembicara hanya mengharapkan pendengar memahami dan menangkap makna informasi yang disampaikan.
B.     Tujuan Berbicara
Secara umum tujuan utama berbicara yaitu berkomunikasi. Menurut Keraf (2001: 320) tujuan yang akan dicapai dari berbicara seseorang yaitu : (1) Memberikan dorongan, yakni tujuan berbicara yang bersifat mendorong dimaksudkan pembicara memberikan semangat, membangkitkan gairah atau menekankan perasaan yang kurang baik serta menunjukan rasa hormat dan pengabdian. (2) Menanamkan keyakinan, tujuan berbicara yang berusaha untuk mempengaruhi keyakinan atau sikap maental atau intelektual para pendengar merupakan tujuan berbicara yang betrsifat meyakinkan atau memengaruhi. (3) Bertindak atau berbuat, tujuan berbicara ini adalah munculnya reaksi dari pendengar untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan. (4) Menginformasikan atau memberitahukan, yakni berbicara dengan maksud menyampaikan sesuatu agar pendengar mengerti tenteng suatu hal, untuk memperluas bidang pengetahuan yang belum pernah diketahui. (5) Memberi kesenangan atau menggembirakan, yakni berbicara pada tingktan ini tidak membutuhkan beban psikologi yang berat.
C.    Konsep Dasar Berbicara
Pengajaran berbicara di sekolah harus dilandaskan pada konsep dasar berbicara sebagai sarana komunikasi. Menurut Tarigan (1985: 4-9) mengungkapkan bahwa konsep dasar berbicara yang mencakup tiga hal, yaitu : (1) Berbicara dan menyimak adalah kegiatan resiprokal, (2) Berbicara adalah proses individu berkomunikasi, (3) Berbicara adalah ekspresi yang kreatif.
D.    Fungsi Bahasa dalam Komunikasi
Menurut Keraf (2001: 3) fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu sendiri. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya dapat berupa : untuk menyatakan ekspresi diri, sebagai alat komunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan sebagai alat untuk mengadakan kontrol.
E.     Kendala Berbicara
Kendala berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan yang dipengaruhi rasa cemas, khawatir, takut, dan gelisah (Tarigan, 1985 : 30). Gejala yang dialami sebagai akibat kendala berbicara antara lain detak jantung yang cepat, telapak tangan atau punggung berkeringat, nafas yang terengah-engah, mulut kering dan sukar menelan, ketegangan otot dada, tangan, leher dan kakai, tangan kakai gemetar, suara bergetar dan parau, berbicara cepat dan tidak jelas, dan lupa.  Dari gejala tersebut, ada beberapa penyebab seseorang mengalami kendala berbicara yakni :
1)      Tidak tahu apa yang harus dilakukan, pembicara tidak tahu darimana harus memulai berbicara.
2)      Orang mengalami kesulitan berbicara karena ia tahu akan dinilai.
3)      Pembicara menghadapi situasi yang sama sekali asing. Lingkungan yang asing dapat mengakibatkan kegagalan dalam berbicara.
F.     Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara
1. Faktor Kebahasaan
Faktor yang dinilai yang menyangkut aspek kebahasaan meliputi kemampuan vokal, nada, pilihan kata (diksi), dan struktur kalimat.
a.    Vokal, yang jelas dan mantap memberikan kemudahan bagi lawan bicara untuk menangkap gagasan yang disampaikan.
b.   Nada, dan tekanan yang tepat yang diucapkan pada kata-kata tertentu mampu menimbulkan pengertian yang jelas.
c.    Pilihan Kata (diksi), hendaknya disesuaikan dengan tingkat pemahaman pendengar.
d.   Struktur Kalimat, harus mudah dipahami, pemakaian kalimat efektif dengan menghindari kalimat ambigu atau kalimat yang memiliki penafsiran ganda yang akan semakin memperjelas pemahaman.
2. Faktor Nonkebahasaan
Aspek nonkebahasaan yang dinilai meliputi keberanian tampil, kenyaringan suara, kelancaran berbicara, dan mimik atau perubahan raaut muka.
G.    Pengertian Pidato
Menurut Lukman (1993:766) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah pidato berarti mengungkapkan pikiran yang dibentuk dalam kata-kata dan ditunjukan kepada orang banyak, atau wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak.
Pidato merupakan alat penyampaian gagasan dan pokok-pokok pikiran kepada orang lain, gagasan dan pokok-pokok pikiran tersebut disampaikan dengan menggunakan bahasa resmi dan formal (Suhendar dan Pien 1992 : 102).
Pidato merupakan suatu keterampilan berbicara seseorang dengan baik yang mampu meyakinkan pendengarnya untuk menerima dan mematuhi pikiran, informasi, gagasan atau pesan yang disampaikannya (Arsjad dan Mukti 1988 : 53).
Dari penjelasan para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pidato adalah salah satu keterampilan berbicara yang mengungkapkan pikiran atau gagasan, informasi,  dan pesan kepada orang lain menggunakan bahasa resmi dengan maksud untuk meyakinkan pendengarnya agar menerima dan mematuhi gagasan tersebut.
H.    Lankah-Langkah Berpidato
Tujuh langkah dalam persiapan berpidato, yaitu :
1)      Menentukan maksud dan tujuan, yakni maksud dan tujuan umum yang diinginkan dari berpidato adalah mendorong, meyakinkan, berbuat atau bertindak, dan memberitahukan.
2)      Menganalisis pendengar dan situasi, dimaksudkan untuk menentukan pilihan kata yang tepat (diksi), gaya penyampaian, tingkat kedalaman materi, dan teknik pengembangan.
3)      Memilih dan menyempitkan topik, topik yang akan disampaikan haruslah dikuasai pembicara dan pendengar, menarik perhatian pendengar dan pembicara, persoalan tidak melampaui daya tangkap pendengar, persoalan disesuaikan dengan waktu yang disediakan, dan persoalan tidak terlalu  mudah.
4)      Mengumpulkan bahan, bahan pembicaraan diperoleh dengan cara membaca, wawancara, observasi, atau pengalaman.
5)      Membuat kerangka uraian, kerangka uraian hanya memuat hal-hal poko saja yang dijadikan alat bantu dalam berpidato.
6)      Menguraikan secara mendetail, kerangka lengkap dimaksudkan tidak untuk dibaca saat berpidato tetapi sebagai gambaran pengembangan gagasan dan pilihan kata atau kalimat. 
7)      Melakukan latihan dengan nyaring, pembaca melakukan latihan kejelasan vokal atau suara, penjedaan, intonasi, tempo dan penampilan.

I.       Metode Pengajaran Keterampilan Berpidato
Menurut Keraf (2001:316) metode pengajaran keterampilan berbicara dapat dilakukan dengan metode, antara lain :
1.      Metode naskah
Metide ini memiliki keunggulan yakni, penyajian materi disampaikan secara sistematis, rinci dan mendalam.
2.      Metode hafalan
Pembicara sebelum menyampaikan gagasan melalui pidatonya harus menghafal keseluruhan isi naskah yang telah dibuat sebelumya, kemampuan pembicara dalam mengingat isi pidato menjadi faktor yang paling menentukan tingkat kesuksesan dalam berbicara.
3.      Metode impromtu
Yaitu metode pidato atau berbicara berdasarkan kebutuhan sesaat. Pembicara secara mendadak menyampaikan ide, gagasan dan pengalamannya dihadapan pendengar tanpa melakukan persiapan terlebih dahulu. Pembicara secara serta merta berbicara berdasarkan pengetahuan kemahirannya.
4.      Metode Ekstemporan
Metode ekstemporan ini dalam pelaksanaannya mendasarkan pada catatan-catatan penting yang dipakai sebagai alat bantu dalam berbicara. Metode ekstemporan memberikan fleksibilitas dan variasi dalam memilih diksi untuk mengembangkan gagasan. Pelaksanaan ceramah menggunakan metode ekstemporan, hendaknya :
1)   Siswa tidak perlu merasa takut dan canggung dalam berpidato atau berbicara di depan kelas.
2)   Gagasan dapat dikembangkan secara luas dan sistematis.
3)   Penggunaan diksi dan kalimat secara benar dalam mengembangkan gagasan.
4)   Mudah melakukan penguasaan situasi yang terjadi karena sifatnya yang fleksibel.
Kelebihan metode ekstemporan untuk meningkatkan keterampilan berbicara :
1)   Metode ekstemporan direncanakan dengan cermat dengan catatan penting, yang sekaligus menjadi urutan bagi uraian itu.
2)   Membantu pembicara untuk mengingat catatan-catatan penting agar tidak lupa.
3)   Model ini lebih banyak memberikan fleksibilitas dan variasi dalam memilih diksinya.
4)   Pembicara dapat merubah nada pembicaranya sesuai dengan reaksi-reaksi yang timbul pada para hadirin sementara uraian itu berlangsung.
7.      Metode dan Teknik Penelitian
7.1 Metode Penelitian
Menurut Surakhmad (1994 :139) menyatakan bahwa penyelidikan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada saat sekarnang. Adapun tahapan metode ini adalah mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasi, menganalisis dan menginterpretasikan data. Dalam pemeroleh data, peneliti menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta/karakteristik populasi atau bidang tertentu secara aktual dan cermat. Metode deskriftif bukan hanya menjabarkan, melainkan juga menganalisis.
Metode deskriptif, melalui pendekatan kualitatif yang berupa nilai-nilai dari aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Sedangkan pendekatam kuantitatif hanya berupa rekapitulasi dengan metode ekstemporan.
7.2 Teknik Penelitian
7.2.1 Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa hasil pengamatan langsung, wawancara, observasi dan catatan lapangan. Adapun rincian data tersebut adalah data perencanaan berupa persiapan guru mengajar, data pelaksanaan berupa praktik berpidato menggunakan metode ekstemporan, dan data sebelum dan sesudah melaksanakan pembelajaran berpidato.
Untuk memeroleh data yang valid dalam penelitian ini menggunakan dua instrumen pengumpulan data yaitu bentuk tes dan nontes.
1.      Tes 
Tes, digunakan untuk memeroleh hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran. Semua bentuk penerimaan yang berbentuk data yang dilakukan dengan cara merekam kejadian, menghitung, mengukur dan mencatatnya adalah salah satu usaha dalam teknik mengumpulkan data. Dalam hal ini peneliti menentukan teknik setepat-tepatnya untuk memeroleh data yang akurat, kemudian disusul dengan cara menyusun alat bantunya berupa instrument.
Menyusun instrument adalah pekerjaan yang penting dalam langkah penelitian, akan tetapi pengumpulan data jauh lebih penting. Dalam pemerolehannya data yang valid jika tidak didukng oleh instrument yang dapat dipercaya. Maka dari itu pembuatan instrument harus ditangani dengan serius agar diperoleh hasil yang disesuaikan dengan kegunaannya yaitu pengumpulan variable yang tepat. Jadi instrument penelitian merupakan alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran, dalam hal ini alat untuk mengumpulkan data pada saat penelitian.
Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebgai berikut :
1)      Teknik Studi Pustaka
Studi pustaka digunakan untuk mencari dan mengkaji dasar-dasar teoritis, yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti dan untuk memeroleh informasi yang berguna bagi landasan teoritis bahan rujukan penelitian.
2)      Teknik Tes Lisan
Tes lisan dilakukan untuk memeroleh dan mengumpulkan data tentang pembelajaran berbicara melalui berpidato dengan menggunakan metode ekstemporan di kelas.
2.      Bentuk nontes
Alat pengumpulan data dengan bentuk nontes dipakai untuk memeroleh data, yaitu :
a.       Observasi
Observasi adalah suatu cara mengadakan evalusasi dengan jalan pengamatan untuk mengukur tingkah laku individu atau pun terjadinya kegiatan baik dalam situasi sebenarnya maupun buatan, yang tujuannya ialah menilai hasil dari proses belajar mengajar.
Dengan adanya observasi langsung ke sekolah maka peneliti mendapatkan informasi yang dijadikan latar belakang pada penelitian ini. Selain itu peneliti dapat melihat secara nyata struktur dari sekolah yang akan dilakukan penelitian dengan tujuan agar dalam menyusun penelitian ini hasil yang didapat memang benar-benar aktual dan dapat dipercaya oleh para pembaca.
b.      Wawancara
Teknik wawancara atau interview dilakukan untuk menemukan minat siswa terhadap pelajaran bahasa Indonesia dan mencatat sejumlah kesulitan yang dihadapi. Wawancara dilakukan pada siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas menggunakan wawancara berstruktur dengan mempersiapkan sejumlah daftar pertanyaan. Pada saat wawancara, peneliti akan menulis deskripsi jawaban yang diberikan siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data dengan rumus
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan rumus :
                    P = F x 100 %
                          N
Keterangan :
F : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : Jumlah frekuensi / banyaknya individu
P  : Angka persentase
7.2.2 Teknik Analisis Data
Agar diperoleh kesimpulan atas penelitian yang dilakukan dan menghasilkan data yang akurat perlu dilaksanakan analisis data.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diolah secara kuantitatif yang berupa rekapitulasi kemampuan berbicara dengan metode ekstemporan pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Data yang diolah secara kualitatif yang berupa nilai-nilai aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Data-data yang terkumpul dari siklus I, siklus II dan siklus III dipersentasekan. Dengan demikian akan diperoleh persentase peningkatan keterampilan berbicara dengan metode ekstemporan. Jika hasil persentase yang diperoleh siswa lebih tinggi, berarti keterampilan berbicara dengan metode ekstemporan meningkat dan sebaliknya.
8.      Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi yang dimiliki peneliti dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SLTP Negeri 1 Ciomas yang berjumlah 160 orang dalam 4 kelas.
2.      Sampel
Sample dalam penelitian ini diambil sebanyak dua kelas. Kelas IX.1 dengan jumlah siswa 40 orang ditentukan sebagai kelas eksperimen dan kelas IX.2 dengan jumlah 42 orang ditentukan sebagai kelas control. Dengan asumsi bahwa baik kelas eksperimen dan kelas control memiliki karakter yang sama. Teknik yang di ambil dalam penelitian ini adalah teknik acak (random sampling), dengan alasan untuk menghindari pengambilan sampel yang subjektif.
9.      Jadwal Penelitiana
Penelitian ini akan dilakukan di SLTP Negeri 1 Ciomas kelas IX.1 dan IX.2 Kabupaten Serang.
Adapun pelaksanaannya pada semester 5, dengan jumlah siswa 40 orang 19 putra dan 21 putri, yang dilaksanakan selama 10 minggu yakni mulai pada tanggal 26 Juli 2011 – 27 September 2011.


DAFTAR PUSTAKA



Ali, Lukman. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Aqib, Zainal. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Bandung : Yrama Widya.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Arsjad, MG dan Mukti. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Keraf, Gorys. 2001. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Jakarta : Gramedia.

Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia.
Nababan-Sri, Utari Subyanto. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Subana. 2007. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana, Nana. 2002. Penilaian Hasil-Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja.

Syamsuddin, Abin Makmun. 2004. Psikologi Kependidikan. Bandung : Rosdakarya.
Tarigan, HG. 1985. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Tarigan, HG. 1986. Menyimak Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
Tirtarahardja, Umar. S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.



No comments:

Post a Comment

MATERI PEMBELAJARAN KELAS 9 BAB 1: MELAPORKAN HASIL PERCOBAAN

  MATERI PERTEMUAN KE 1 & 2 E-LEARNING KELAS IX MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA Oleh: Adis Rahmat S., M.Pd.     bab 1  melap...